Oleh: Anthony Budiawan
Pemerintahan Joko Widodo segera berakhir.
Akan tetapi, nampaknya Jokowi dan keluarga masih mau menikmati kekuasaan. Tidak mau meninggalkan kekuasaan.
Alhasil, segala upaya dilakukan untuk memperpanjang kekuaaan Jokowi. Gagal.
Akhirnya, anak sulung Jokowi yang masih belum cukup umur dimajukan. Gibran Rakabuming Raka belum memenuhi persyaratan menjadi capres-cawapres. Tetapi dipaksakan.
Tidak ada orang normal memaksakan mau menjadi (atau menjadikan seseorang) presiden dengan menggugat konstitusi, yang sudah konstitusional. Orang normal yang mau menjadi presiden akan patuh terhadap peraturan yang ada.
Terlepas dari itu semua, Koalisi Indonesia Maju (KIM) sudah mengumumkan pasangan Prabowo dan Gibran sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Kubu KIM percaya, pencawapresan Gibran akan mempermudah Prabowo-Gibran menang di pilpres 2024.
Mereka berimajinasi, Gibran dapat menarik pemilih milenial.
Mereka berimajinasi, Gibran Effect akan mendulang suara di pilpres 2024, secara signifikan.
Tetapi, faktanya cenderung bertolak belakang.
Gibran Effect di pilpres 2024 cenderung minus.
Sama seperti Jokowi Effect di pilpres 2019 (baca juga: Jokowi Effect di Pilpres 2019 Minus). Penjelasannya sebagai berikut.
Pasangan Prabowo-Gibran didukung 4 partai politik parlemen (Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN) dan 5 partai politik non-parlemen dan pendatang baru, dengan total perolehan suara 44,76 persen (di pemilu 2019).
Pasangan Ganjar-Mahfud didukung 2 partai politik parlemen (PDIP, PPP) dan 3 partai politik non parlemen dan pendatang baru, dengan total perolehan suara 28,06 persen (di pemilu 2019).
Sedangkan Anies-Imin didukung 3 partai politik parlemen (Nasdem, PKB, PKS) dan 1 partai politik pendatang baru, dengan total perolehan suara 27,1 persen (di pemilu 2019).
Kalau persentase perolehan suara partai politik di pemilu 2024 sama seperti di pemilu 2019, dan semua pemilih partai politik tersebut juga memilih capres dukungannya, maka Prabowo-Gibran akan memperoleh suara 44,76 persen, Ganjar-Mahfud 28,06 persen dan Anies-Imin 27,1 persen, sesuai hail pemilu 2019. Mudah. Namanya matematika sederhana.
Kemudian, Gibran Effect.
Kalau positif maka perolehan suara Prabowo-Gibran akan melampaui 44,76 persen, dan akan tercermin di perolehan suara partai politik pendukung yang meningkat.
Apakah akan seperti itu?
Untuk memperkirakan perolehan suara di pemilu dan pilpres 2024, kita harus menggunakan data survei.
Karena survei tidak lain adalah perkiraan.
Saya menggunakan data survei pemilu maupun pilpres 2024 dari Ipsos Public Affairs, sebuah lembaga survei global berbasis di Perancis, karena dinilai lebih objektif.
Berdasarkan hasil survei Ipsos periode 17-19 Oktober 2023, setelah Gibran bisa menjadi cawapres, versi Mahkamah Konstitusi, perolehan suara Prabowo-Gibran hanya 31,32 persen.
Artinya, terjadi penurunan perolehan suara sangat besar, 13,44 persen, dibandingkan perolehan suara partai politik pendukung di pemilu 2019.
Ganjar-Mahfud menurut Ipsos akan mendulang suara 31,98 persen, atau 3,92 persen lebih besar dari perolehan suara partai pendukung di pemilu 2019.
Sedangkan Anies-Imin akan memperoleh suara 28,91 persen, naik sedikit, 1,81 persen, dari perolehan suara partai pendukung di pemilu 2019.
Masih ada sekitar 7,8 persen yang belum menentukan pilihan.
Kalau distribusi persentase perolehan suara seperti hasil survei, maka secara persentase perkiraan perolehan suara pilpres tidak berubah.
Artinya, berdasarkan hasil survei Ipsos, Gibran Effect mempunyai dampak negatif sangat besar, minus 13,44 persen.
Siapa yang menanggung penurunan suara ini?
Berdasarkan survei Ipsos terkait elektabilitas partai politik periode 1-10 Oktober, perolehan suara partai politik pendukung Prabowo-Gibran diperkirakan kehilangan 9,46 persen suara, turun dari 44,76 persen (pemilu 2019) menjadi 35,3 persen (pemilu 2024).
Semua partai politik Koalisi Indonesia Maju diperkirakan anjlok, kecuali Gerindra yang akan panen suara.
Suara Golkar akan anjlok 3,52 persen menjadi hanya 8,8 persen.
Demokrat dan PAN diperkirakan tidak masuk parlemen, karena di bawah threshold.
Gerindra menang banyak, 7,28 persen.
Tetapi, tidak semua pemilih partai politik Koalisi Indonesia Maju tersebut (35,3 persen) juga memilih capres dan cawapres dukungannya.
Hanya 31,32 persen yang memilih Prabowo-Gibran.
Artinya, ada 3,98 persen dari pemilih partai politik Koalisi Indonesia Maju ternyata tidak memilih Prabowo-Gibran.
Perolehan suara partai politik pendukung Ganjar-Mahmud juga turun, tapi tidak signifikan.
Hanya turun 0,43 persen, yaitu dari 28,06 persen (pemilu 2019) menjadi 27,63 persen (perkiraan pemilu 2024).
Suara PDIP juga naik pesat, dari 19,33 persen menjadi 25,17 persen.
Tetapi, Ganjar-Mahfud berhasil memberi tambahan 4,35 persen suara.
Mahfud effect? NU effect?
Terakhir, suara perolehan partai politik pendukung Anies-Imin diperkirakan akan anjlok 6,39 persen, yaitu dari 27,1 persen (pemilu 2019) menjadi 20,71 persen.
Tetapi, Anies-Imin dapat mendongkrak 8,2 persen suara menjadi 28,91 persen. Artinya, Anies-Imin Effect sangat luar biasa besar.
Nampaknya, banyak pemilih Golkar, Demokrat, PAN, PPP akan mengalihkan suaranya mendukung pasangan Anies-Imin, dan sebagian ke Ganjar-Mahfud.
Gibran Effect! Setidaknya itu yang terbaca dari hasil survei Ipsos.
Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) di Jakarta
Komentari tentang post ini