Oleh: Syuhada Arief
Seperti dejavu, memasuki awal 2022 pasar obligasi dunia kembali bergejolak ditandai oleh kenaikan imbal hasil US Treasury Amerika Serikat yang naik hingga 1.70%. Apa penyebabnya?
Normalisasi pertumbuhan ekonomi dan normalisasi kebijakan moneter menjadi tema utama pasar global di tahun ini. Kenaikan masif pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat di 2021 yang disertai oleh kenaikan inflasi mendorong bank sentralnya (The Fed) untuk melakukan penyesuaian kebijakan moneter.
Arah kebijakan The Fed terlihat semakin hawkish, mempercepat laju tapering menjadi USD30 miliar per bulan (USD20 miliar US Treasury dan USD10 miliar Agency Mortgage-Backed Securities) dari sebelumnya hanya USD15 miliar per bulan.
Selain itu, risalah rapat The Fed juga mengindikasikan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan sampai tiga kali di tahun ini.
Sebetulnya langkah ini sudah sedikit banyak diantisipasi oleh pelaku pasar, terlihat dari data konsensus yang sudah memperkirakan kenaikan suku bunga di tahun ini lebih dari dua kali bahkan sejak bulan November lalu.
Faktor high base berpotensi untuk meredakan tekanan inflasi dan menyebabkan moderasi terhadap rilis data ekonomi ke depannya, sehingga komunikasi bank sentral akan sangat krusial terutama di tengah dinamika pandemi dan normalisasi ekonomi.
Sinyal dovish akan dianggap kurang peka terhadap kondisi yang ada, sementara sinyal yang terlalu hawkish dapat memberikan sentimen negatif bagi pemulihan ekonomi dan pasar finansial. Keseimbangan akan menjadi kunci.
Berkaca pada turbulensi yang terjadi di tahun 2013, apakah perekonomian Indonesia kini dapat ‘tahan’ terhadap dampak normalisasi The Fed?
Seperti halnya dengan dengan sebagian besar negara di Asia, Indonesia berada dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan tahun 2013 ketika The Fed mengumumkan pengurangan program kuantitatif.
Indikator stabilitas makroekonomi seperti suku bunga riil, inflasi, neraca transaksi berjalan dan cadangan devisa menunjukkan perbaikan yang sangat berarti sehingga kondisi ini dapat membuat Indonesia menjadi lebih kuat dalam menghadapi normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat.
Selama proses normalisasi dikomunikasikan dengan baik, berjalan sesuai rencana dan kenaikan imbal hasil US Treasury terjadi secara bertahap maka Indonesia terlihat siap dalam menghadapi normalisasi ini.
Bagaimana potensi pasar obligasi Indonesia berdenominasi rupiah di tahun ini
Secara teori memang betul bahwa dalam periode siklus kenaikan suku bunga, kelas aset obligasi akan menghadapi lebih banyak tantangan, sesuai dengan prinsip bahwa suku bunga dan harga obligasi berbanding terbalik.
Namun yang perlu dicermati adalah fundamental makro ekonomi Indonesia sangat baik dan lebih siap dalam menghadapi potensi kenaikan suku bunga didukung oleh beberapa hal:
Komentari tentang post ini