Oleh: Saiful Huda Ems
Balapan motor liar terjadi dimana-mana, banyak korbannya yang terkapar, mati sia-sia dalam keadaan yang sangat tragis di usianya yang masih sangat muda.
Tawuran antar pemuda atau antar warga juga semakin marak terjadi dimana-mana, korbannya juga banyak yang cacat, tangannya buntung setelah ditebas pedang, parang, clurit dan banyak pula yang mati.
Hacker menjadi-jadi, banyak data pribadi dicuri, banyak orang tertipu, uang di rekening banknya habis terkuras.
Judi online banyak sekali, penipuan melalui berbagai modus di Whats App atau FB, IG dll marak terjadi. Pinjaman online tambah gila-gilaan, banyak orang yang jatuh bangkrut, diteror lalu bunuh diri.
Persekusi terhadap anak-anak remaja di sekolah-sekolah bahkan di Pondok Pesantren terjadi dimana-mana tiada henti-hentinya.
Pemerkosaan terhadap perempuan di pedesaan maupun di perkotaan juga nyaris tiap hari ada.
Bencana alam, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin puting beliung, semburan lumpur yang menggunung di tengah sawah, kecelakaan lalu lintas di tol atau jalan raya, maling, copet, perampokan disertai pembunuhan dll selalu menyertai berbagai pemberitaan di stasiun-stasiun Tv Nasional kita.
Banyak sekali kejadian-kejadian buruk menimpa tanah air kita.
Sementara itu Presiden di istana cengar-cengir saja, tidak sedikitpun merasa bersalah atas ulahnya setelah menghabiskan ratusan triliun rupiah dana APBN untuk PEMILU yang pelaksanaan PEMILU nya banyak dimanipulasinya.
Presiden masih juga bergeming atas pernyataan Mensos Bu Risma yang menyatakan tidak tau apa-apa soal dana Bansos 498 Triliun Rupiah yang telah digelontorkan oleh Pemerintah, selain 79 Triliun Rupiah dana Bansos yang dikelolanya.
Padahal Bu Risma itu Menteri Sosial, bukan Menteri Pertahanan.
Lembaga Negara seperti Mahkamah Konstitusi tak lagi berwibawa, setelah diacak-acak dan dilacurkan keputusannya oleh adik ipar Presiden dan hakim-hakim Mahkamah Konstitusi yang sekubu dengannya.
KPU dicemooh banyak orang karena dinilai curang dan di banyak daerah terjadi kasus penyuapan oleh para Caleg padanya.
BAWASLU seolah tak berfungsi apa-apa, karena sanksi yang diberikan olehnya tak memiliki efek jera bahkan nyaris tak berdampak apa-apa bagi para pelaku kejahatan PEMILU.
Partai Partai Politik yang sudah bersusah payah berjuang habis-habisan sejak sebelum dan selama PEMILU suaranya banyak yang hilang tercuri, hingga Partai Buruh misalnya, yang memiliki jutaan anggota bisa kalah jauh suaranya dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Beruntung setelah ketahuan terjadi penggelembungan suara, PSI tidak lolos ke Senayan.
Satu keluarga Jokowi nampak lebih berkuasa dari jutaan Rakyat Indonesia, karenanya Bapak, Adik Ipar, Anak dan Menantu bisa bercokol sebagai Kepala Negara, Kepala Daerah, Ketua Umum Partai Politik dan Hakim MK tanpa malu-malu.
Dan ketika musim kampanye PEMILU tiba, mereka tidak mau cuti terlebih dahulu, sebab sudah dipersiapkan peraturannya terlebih dahulu oleh Sang Bapak.
Konstitusi yang dilahirkan oleh keringat-keringat pemikiran para tokoh bangsa yang brilian di awal kemerdekaan dan diamandemen empat kali oleh ratusan anggota parlemen sesudah Gerakan Reformasi ’98, ditabrak-tabrak sesuka hatinya, seolah-olah Presiden Jokowi ingin mengatakan,”Negara adalah saya !”, “Hukum adalah keinginan saya !”.
Anak bau kencur yang usianya belum genap 40 tahunpun, dipersilahkan untuk menjadi Cawapres.
Komentari tentang post ini