KALTIM-Indonesia perlu memperkuat industrialisasi untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam menghadapi dampak perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi tidak lagi dapat mengandalkan ekspor komoditas primer, seiring dengan permintaan dunia yang terus menurun dan disertai dengan harga komoditas yang cenderung melemah. Hal ini tercermin pada pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah yang mengandalkan komoditas sumber daya alam mengalami pertumbuhan negatif dalam beberapa periode terakhir. “Menyikapi kondisi tersebut, perlu segera dilakukan berbagai langkah yang diperlukan untuk mempercepat transformasi perekonomian melalui hilirisasi dan pengembangan kedaulatan energi,” ujar Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardoyo saat menggelar Rapat Kordinasi dengan pemerintah di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (11/8).
Rapat koordinasi dihadiri oleh BI, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi se-Kalimantan dan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur), serta PLN dan SKK Migas.
Menurutnya, strategi industrialisasi dilakukan dengan berbasis pada sumber daya alam yang tersedia di masing-masing daerah. Upaya ini telah mulai dilakukan dengan hilirisasi dari komoditas tambang Indonesia, seperti kebijakan pembangunan smelter dan pengembangan industri petrokimia. Dalam konteks spasial, Kalimantan memiliki potensi besar untuk melaksanakan hilirisasi tersebut, sejalan dengan sumber daya alam yang dimilikinya, antara lain, minyak, gas, mineral dan batubara. “Hal tersebut dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk Indonesia di pasar internasional, sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperkuat kinerja transaksi berjalan,” ujarnya.
Sementara itu, jelasnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mempersiapkan insentif fiskal dalam pengembangan infrastruktur energi. Fasilitas yang disediakan adalah rencana pemberian tax holiday dalam bentuk relaksasi jangka waktu yang lebih panjang bagi industri sumber daya terbarukan dan industri pengilangan minyak bumi. Pemerintah juga menyiapkan tax allowance, antara lain berupa pengurangan pajak penghasilan neto, percepatan penyusutan dan amortisasi bagi bidang usaha terkait pertambangan, smelter dan pembangkit listrik. “Terkait dengan skema pembiayaan infrastruktur, Pemerintah mendorong skema pembiayaan dengan public-private partnership (PPP) dalam proses akuisisi lahan, pengembangan proyek, termasuk penjaminan pemerintah melalui PT Penjamin Infrastruktur Indonesia,” tuturnya.
Sedangkan di bidang tata ruang serta penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memberikan prioritas kepada proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Beberapa capaian adalah telah selesainya perubahan kawasan hutan dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi di Kalimantan. Selain itu, untuk mendukung percepatan pembangunan listrik 35.000 MW, Kementerian LHK telah memproses berbagai perijinan yang menjadi kewenangannya, termasuk berbagai persetujuan prinsip kepada PT. PLN. Terkait kawasan hutan, berdasarkan arahan Presiden RI, pada seluruh fungsi hutan (mulai dari cagar alam, hutan lindung, hingga hutan produksi) dapat dimanfaatkan untuk infrastruktur energi. Namun demikian, hal ini tetap membutuhkan dukungan pemerintah daerah untuk mempercepat proses penetapan peraturan daerah tentang RTRW.
Kementerian ESDM juga menjadikan pengembangan infrastruktur energi sebagai prioritas dengan memberikan relaksasi perijinan. Implementasi kebijakan dan proyek strategis dilakukan untuk melaksanakan bauran energi nasional. Terkait listrik dan EBT, penyederhanaan perijinan dari 52 ijin menjadi 29 ijin dan memperpendek waktu prosesnya. Demikian juga terkait dengan kegiatan di sektor migas dan minerba. Terkait dengan proyek listrik, selain relaksasi juga dilakukan penyederhanaan prosedur penetapan harga jual listrik serta perpanjangan jaminan kontrak hingga mencapai 25 tahun.
Langkah Pemerintah dalam mewujudkan infrastruktur listrik 35.000 MW dipercepat untuk mendukung industrialisasi. Sampai dengan saat ini perkembangan pembangunan infrastruktur listrik tersebut telah berjalan, meskipun masih menghadapi sejumlah tantangan yang perlu segera diselesaikan dengan koordinasi yang baik. Sejumlah tantangan tersebut antara lain terkait aspek lahan dan perijinan, termasuk di Kalimantan. “Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, pertemuan koordinasi di Balikpapan ini merupakan momentum yang penting untuk memperkuat koordinasi agar proses industrialisasi dalam rangka transformasi perekonomian dapat berlangsung lebih cepat dan efektif,” ujarnya.
Komentari tentang post ini