JAKARTA-MADANI Berkelanjutan mengapresiasi capaian pemerintah dalam menekan angka deforestasi dan upaya pemerintah dalam memenuhi komitmen iklim Indonesia.
Namun, MADANI Berkelanjutan mendorong khalayak untuk menyelisik angka deforestasi tersebut dan meminta pemerintah untuk memberikan gambaran yang lebih utuh tentang situasi hutan alam Indonesia.
Demikian tanggapan Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan, Nadia Hadad, terhadap angka deforestasi Indonesia yang diumumkan turun selama 2021-2022.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa deforestasi Indonesia pada 2021-2022 turun sebesar 8,4% dibandingkan periode sebelumnya.
“Kita harus melihat secara khusus penyusutan hutan alam, terpisah dari penyusutan dan penanaman hutan tanaman,” terangnya.
Berbeda dari hutan tanaman yang monokultur dan menghasilkan jasa ekosistem yang terbatas, hutan alam memiliki banyak peran kritis bagi kehidupan.
Hutan Alam berperan mengurangi risiko bencana, mencegah memburuknya krisis iklim, dan melestarikan keanekaragaman hayati.
“Kehilangan hutan alam juga bisa berarti kehilangan kekayaan budaya bangsa, terutama budaya masyarakat lokal dan masyarakat adat yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan. Hutan alam juga krusial untuk mencapai target Indonesia FOLU Net Sink 2030 dan Net Zero Emissions 2060 atau lebih cepat,” tambahnya.
Selain itu, Nadia Hadad juga menyerukan bahwa sudah saatnya pemerintah membuka data kehilangan hutan alam di wilayah izin dan konsesi.
Kajian MADANI Berkelanjutan terkait deforestasi pada periode sebelumnya (2020-2021) memperlihatkan bahwa jenis hutan alam sekunder adalah yang paling rentan terdeforestasi.
Kajian yang sama juga memperlihatkan bahwa hilangnya hutan alam terbesar justru terjadi di Kawasan Hutan, khususnya Kawasan Hutan Produksi yang berkaitan dengan wilayah izin dan konsesi.
“Izin dan konsesi di Indonesia mengelola hutan alam dengan jumlah sangat besar. Kajian MADANI Berkelanjutan pada periode sebelumnya (2020-2021) menunjukkan bahwa 62% hilangnya hutan alam terjadi di dalam izin dan konsesi,” ujarnya. ‘
“Tumpang-tindih perizinan menyulitkan upaya untuk melihat izin atau konsesi mana yang menjadi pendorong utama susutnya hutan alam. Hilangnya hutan alam juga terjadi di Area of Interest Food Estate yang mendapatkan berbagai karpet merah regulasi sebagai Proyek Strategis Nasional sehingga Program ini rentan menjadi driver of deforestation baru. Kajian MADANI Berkelanjutan menunjukkan sekitar 2.000 hektare hutan alam hilang di Area of Interest Food Estate pada periode 2020-2021,” terang Nadia.
Komentari tentang post ini