Selanjutnya, industri alas kaki, industri kosmetik, sabun, dan bahan pembersih, industri kendaraan bermotor roda empat, industri kabel listrik, industri pipa dan sambungan pipa dari besi, industri alat mesin pertanian dari besi, industri elektronika konsumsi, industri perhiasan, serta industri kerajinan.
“Bahkan, kita punya Pindad, yang tidak hanya ahli memproduksi alutsista, tetapi juga ahli membuat alat berat yang berkaitan dengan konstruksi dan pertanian. Ini satu hal yang membanggakan, dan kami akan dorong supaya mereka juga bisa ekspor, seperti kita ekspor gerbong kereta api yang diproduksi oleh INKA. Selain itu kita juga sudah ekspor dari produk PT PAL dan PT DI,” imbuhnya.
Menperin berharap kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dapat memperluas fasilitasnya untuk jenis-jenis produk manufaktur nasional yang punya potensi pasar ekspor.
Salah satu fasilitas yang diberikan untuk mengerek ekspor produk industri, yaitu melalui Penugasan Khusus Ekspor (PKE).
“Kami juga concern terhadap hilirisasi dan substitusi impor, untuk menekan defisit neraca perdagangan. Langkah strategis yang telah kami jalankan, misalnya kami mengidentifikasi komoditas-komoditas yang bisa kita batasi atau bahkan tutup keran ekspornya. Tujuannya adalah untuk menarik investasi di sektor tersebut, terutama dalam proses hilirisasi agar meningkatkan nilai tambah di dalam negeri,” jelasnya.
Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah, yang sudah berhasil melakukan hilirisasi terhadap nickel ore menjadi stainless steel. Dari kawasan terintegrasi ini mampu menyumbang nilai ekspornya sebesar USD4 miliar, baik itu pengapalan produk hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerika Serikat dan China.
Di samping itu, investasi di Kawasan Industri Morowali terus menunjukkan peningkatan, dari tahun 2017 sebesar USD3,4 miliar menjadi USD5 miliar sepanjang tahun 2018. Jumlah penyerapan tenaga kerjanya pun terbilang sangat besar, mencapai 30 ribu orang.
Komentari tentang post ini