JAKARTA-Aksi penyadapan kembali menguncang Istana Kepresidenan Indonesia.
Kali ini, aksi penyadapan dilakukan oleh agen mata-mata Australia.
Tak tangung-tanggung, telepon genggam Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan istrinya serta 9 orang penting dilingkaran istana menjadi menjadi sasaran penyadapan.
Hal ini membuktikan, sistem komunikasi pejabat negara sangat rentan karena sebelumnya aksi penyadapan serupa juga dilakukan oleh Australia dan Amerika Serikat terhadap sejumlah tokoh di tanah air.
Aksi penyadapan ini ramai diberitakan media Australia pada Senin (18/11). Dokumen rahasia yang dibocorkan oleh whistleblower AS Edward Snowden dan diperoleh oleh Australian Broadcasting Corporation dan surat kabar The Guardian menyebutkan nama presiden dan sembilan orang dalam lingkarannya sebagai target pengintaian dan penyadapan sejak semester kedua 2007.
Uniknya, laporan The Guardian ini lengkap dengan merek handphone yang disadap.
Mereka yang disadap adalah Presiden SBY, Ibu Negara Kristiani Herawati. Keduanya menggunakan gadget Nokia E90-1.
Di urutan ketiga adalah Boediono dengan BlackBerry Bold 9000.
Selanjutnya berturut-turut adalah Jusuf Kalla dengan handphone Samsung SGH-Z370, Dino Patti Djalal yang kala itu menjadi Juru Bicara Kepresidenan untuk Urusan Luar Negeri dengan BlackBerry Bold 9000.
Di urutan keenam ada Andi Mallarangeng yang kala itu masih Juru Bicara Kepresidenan untuk Urusan Dalam Negeri dengan handphone Nokia E71, Hatta Rajasa yang kala itu menjadi Menteri Sekretaris Negara dengan handphone Nokia E90-1, Sri Mulyani dengan handphone Nokia E90-1, Widodo AS yang kala itu menjadi Menkopolhukam dengan handphone Nokie E66 dan Sofyan Djalil, Menteri BUMN, dengan handphone Nokia E90-1.
Aksi penyadapan ini menyulut kemarahan pihak Istana Kepresidenan.
Aksi ini berpotensi mengganggu hubungan baik kedua negara.
Bahkan Kementerian Luar Negeri Indonesia memanggil pulang Duta Besar untuk Australia di Canberra sebagai jawaban kekecewaan atas insiden penyadapan terhadap Kepala Negara.
“Kami memanggil pulang Duta Besar untuk Australia di Canberra guna melakukan konsultasi dan memperoleh informasi tentang apa yang terjadi di Australia,” kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa saat konferensi pers di Jakarta, Senin (18/11).
Menurut Marty, Indonesia telah mempertimbangkan pemanggilan tersebut karena menilai dubes tidak akan dapat melakukan tugas dengan baik di tengah isu penyadapan yang beredar.
“Pemerintah Australia perlu klarifikasikan hal ini ke Pemerintah Indonesia. Ini penting untuk menjernihkan suasana. Adanya berita tersebut saja sudah berpotensi mengganggu hubungan,” kata dia.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso pun menyesalkan aksi penyadapan yang dilakukan Australia ini. Ini terjadi karena pemerintah terlalu lembek.
Komentari tentang post ini