“Para korban makin percaya karena keuntungan trading awalnya bisa dicairkan dengan mudah,” kata Agnes.
Akhirnya korban terjebak tawaran investasi penawaran saham perdana (IPO) emiten luar negeri berdenominasi dolar.
Ada 5 saham IPO.
Semua anggota diminta mengajukan langganan (daftar) atau pesan saham IPO yang direkomendasikan.
Dalihnya tidak semua yang daftar disetujui.
Korban rerata memesan saham IPO tersebut.
Tapi yang tidak pesan ternyata tetap diberikan kuota.
Ketika saham IPO dirilis, para korban diberikan kuota IPO yang banyak, sampai puluhan ribu dollar.
Korban diwajibkan menyelesaikan pembelian.
Apabila tidak membeli skor kredit di akun akan berkurang.
“Akhirnya kita semua menambah saldo di akun TDem untuk bisa memenuhi pembelian saham IPO,” terang Agnes.
Ketika saham IPO pertama belum diperdagangkan, saham IPO kedua dirilis dengan kuota yang banyak.
Para korban dipaksa menyuntikkan dana lagi sesuai alokasi saham yang ditentukan sepihak.
Jika korban tidak melunasi, dana dalam akun dibekukan alias tak bisa dicairkan.
Komentari tentang post ini