Oleh karena itu, IPW menduga pelaporan model B pengusaha F kepada karyawannya yang dituduh menggelapkan BBM yang kemudian dialihkan ke kapal milik pengusaha AB adalah satu strategi agar terjadi restorative justice sebagai upaya menutup kasus OTT.
Kemudian atas dihentikannya kasus tersebut bisa diskenariokan permintaan dana pada pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan pelanggaran BBM ilegal itu.
Karena, bila laporannya adalah model A murni maka penangkapan pelaku kejahatan BBM ilegal, kasusnya tidak dapat dihentikam secara restorative justice.
Sehingga IPW melihat adanya dugaan rekayasa kasus dalam OTT Polres Tarakan tanggal 16 Februari 2023 dan hal itu adalah dilarang menurut ketentuan Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Polri serta juga bisa dinilai sebagai obstruction of justice menurut hukum pidana.
Apalagi ada informasi, pihak AB sebagai pelapor dumas yang diperas mengakui tidak pernah mendapatkan administrasi penyidikan apapun terkait perkara yang telah dihentikan atas dasar restorative justice.
Kasus ini semakin janggal, dengan adanya mutasi Kasatreskrim Polres Tarakan Iptu M. Khomaini dari posisi Kasatreskrim Polres Tarakan menjadi pama di Direkrorat Intelkam Polda Kaltara oleh Kapolda Kaltara Irjen Daniel Aditya dan patut dipertanyakan.
Sebab, pemindahan tugas tersebut adalah mutasi biasa dan seharusnya Kapolda Kaltara memerintahkan pemeriksaan KKEP terhadap Iptu M. Khomaini atas dugaan penyalahgunaan kewenangan menerima sejumlah uang saat menjabat Kasatreskrin Polres Bulungan sebagaimana hasil lidik Paminal Bidpropam Polda Kaltara yang merekomendasikan Iptu M. Khomaini diajukan ke sidang etik KKEP sebagaimana surat Kabidpropam Polda Kaltara nomor B/91 /III/2023 / BIDPROPAM tanggal 31 Maret 2023 yang ditanda tangani oleh Kabidpropam Polda Kaltara Kombes Teguh Triwantoro, sebelum dirinya dinon-aktifkan sementara, dengan tembusan kepada Kadivpropam Polri, Kapolda Kaltara dan Irwasda Polda Kaltara.
Komentari tentang post ini