SUNGAI BOH-Pengajar (Taprof) Bidang Ideologi Lemhannas RI, AM Putut Prabantoro menegaskan pentingnya menjaga tanah adat serta menolak untuk menjualnya, memperingatkan akan konsekuensi yang mungkin terjadi jika hal tersebut dilakukan.
Hal tersebut disampaikan Putut saat berbicara di depan lebih dari 500 umat Katolik di Paroki Gereja Katolik Apau Kayan, Long Ampung, di Agung Baru, Sungai Boh, pada Senin (18/12).
“Jangan jual tanah adatmu. Jagalah tanah tumpah darahmu itu. Jika hutan adalah nafas kehidupan bagi diri kalian dan keturunan, jangan jual tanah adatmu,” katanya.
Dalam kesempatan ini, Putut Prabantoro menegaskan pentingnya menjaga tanah adat serta menolak untuk menjualnya, memperingatkan akan konsekuensi yang mungkin terjadi jika hal tersebut dilakukan.
“Hiduplah dari hutan yang merupakan ‘supermarket’ bagi kebutuhanmu sehari-hari. Kehidupan terisolirmu dari dunia luar bukan menjadi alasan dirimu harus menggadaikan warisan yang menjadi hak para generasi mendatang,” sambungnya.
Acara tersebut menjadi bagian dari perayaan 25 tahun Gereja Paroki St. Lukas, Apau Kayan yang berpusat di Stasi St. Maria Goreti, Agung Baru, Sungai Boh, Malinau, Kaltara.
Sejumlah tokoh penting, termasuk Bupati Malinau, Wempi W Mawa, Sekda Ernes Silvanus, Dandim 0910/Malinau Letkol Inf. Alisun, Anggota DPRD Malinau Eva Christine Agustina, serta Gora Kunjana dari Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI), turut hadir dalam perayaan tersebut, bahkan artis penyanyi Maria Calista ikut memeriahkan acara tersebut.
Putut Prabantoro menyampaikan bahwa dalam konteks kehidupan di daerah terpencil, ketahanan hidup bergantung pada sumber daya alam sekitar, khususnya hutan dan sungai yang menjadi “supermarket” kebutuhan masyarakat.
Namun, dia juga menggambarkan tantangan dan keterbatasan yang dihadapi oleh masyarakat terpencil tersebut, dari sulitnya akses transportasi hingga biaya hidup yang tinggi untuk barang-barang dari luar.
Komentari tentang post ini