Karena itu, rangkaian proses politik pasca Pileg 2014 hendaknya mengacu pada tuntutan perubahan itu. Pileg 2014 yang terlaksana dengan sukses memang belum cukup untuk menetapkan arah perubahan. apalagi, hitung cepat (quick count) atas hasil Pileg tidak memperlihatkan satu pun Parpol yang memenuhi syarat untuk sendirian mengajukan calon presiden. Jika ada satu-dua Parpol mampu memenuhi persyaratan, masyarakat mungkin sudah bisa membaca peta perubahan yang akan ditawarkan.
Bagi komunitas pemilih, tawar menawar koalisi antar Parpol yang sedang berlangsung sekarang ini barangkali membosankan. Sebagian orang bahkan mungkin menilai proses itu bertele-tele dan tidak produktif. Akan tetapi, proses itu memang tak terhindarkan. Undang-undang tentang pemilihan presiden mengharuskan proses itu dijalani. Koalisi harus dijajaki untuk menemukan pasangan calon presiden-wakil Presiden (Capres/Cawapres). Dari Capres itulah rakyat akan membaca perubahan seperti apa yang ditawarkan.
Kualitas dan Efektivitas
Selama 10 tahun terakhir, publik sering mengeluhkan pemerintahan yang lemah, lamban, bahkan tidak responsif. Keluhan ini tidak hanya dialamatkan ke pemerintah di tingkat pusat, melainkan juga ke banyak pemerintah daerah. Persepsi ini hendaknya digarisbawahi betul oleh sejumlah Parpol yang sedang menjajaki koalisi untuk membentuk pemerintahan baru.
Pemerintahan yang lemah, lamban dan tidak responsif sudah menggambarkan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) pemerintahan itu. Sudah pasti bahwa figur-figur yang ditunjuk menduduki jabatan-jabatan pemerintahan adalah para cerdik pandai dalam bidangnya. Tetapi, dalam konteks memerintah dan mengelola berbagai aspek kepentingan rakyat, mereka tidak memenuhi kualifikasi ahli. Itu sebabnya keputusan mereka sering sembrono karena kalkulasinya asal-asalan. Coba maknai kebijakan menaikkan harga gas elpiji awal 2014, kebijakan pengadaan daging sapi impor hingga pengadaaan komoditi kedelai.
Kesalahan ini hendaknya tidak berulang. Karena itu, Parpol yang tengah menjajaki koalisi jangan sampai hanya fokus pada sosok Capres dan Cawapres, tetapi juga peduli pada aspek mutu SDM kabinet. Pintar saja tidak cukup. Kabinet harus ahli memerintah dan berani menggunakan wewenang demi kemaslahatan rakyat. Tak kalah pentingnya adalah kualitas SDM pemerintah daerah (Pemda). Kendati otonomi daerah sudah diberlakukan, pemerintah pusat di Jakarta harus peduli juga terhadap kualitas SDM Pemda. Progres pembangunan di banyak daerah sangat lamban karena SDM Pemda belum mumpuni. Itu sebanya, gejala lambannya penyerapan anggaran di banyak daerah sudah menjadi penyakit menahun.
Sangat prihatin melihat Infrastruktur jalan dan jembatan seperti tak tersentuh program pembangunan daerah. Kalau ruas jalan di Jalur Pantura Jawa terus menerus rusak parah karena ketidakpedulian pemerintah, pasti banyak ruas jalan dan jembatan di daerah lain yang nasibnya lebih buruk.
Komentari tentang post ini