Oleh: Emrus Sihombing
Presiden Joko Widodo mewacanakan hukuman mati koruptor dengan suatu kondisi tertentu, jika ada kehendak kuat dari masyarakat.
Kehendak kuat ini bisa muncul secara natural, tetapi juga bisa dikonstruksi (dibentuk/diciptakan) oleh para elit, utamanya pemerintah bersama-sama DPR-RI.
Sebab, dua lembaga negara ini merupakan representasi kehendak rakyat melalui Pemilu 2019 serta mempunyai sumber daya yang mampu mengkondisikannya.
Jadi, Presiden dengan para menteri-menterinya bersama-sama DPR-RI harus menggelorakan dengan berbagai teknik kemasan pesan komunikasi.
Misalnya dalam bentuk acara parodi para menteri bersama DPR-RI yang dilakukan secara sistematis dan masif sehingga menimbulkan dorongan yang kuat dari rakyat agar hukuman mati bagi para koruptor sebagai tindakan yang pantas diterima oleh para pelaku korupsi.
Namun, menurut hemat saya, wacana hukuman mati bagi kotuptor yang dilontarkan oleh Presiden dapat diurai dari dua sisi.
Pertama, sebagai kegalauan Presiden terhadap perilaku koruptif yang tak kujung berhenti hingga saat ini yang dilakukan oleh para elite negeri ini dari berbagai kalangan dan bidang kehidupan.
Komentari tentang post ini