Asas, doktrin hukum ini disebut sebagai “rule against bias”.
Ada beberapa bias.
Pertama, bias personal (personal bias). Hubungan keluarga Ketua Hakim MK Anwar Usman dengan keponakannya Gibran Rakabuming Raka dan dengan iparnya Presiden Jokowi dapat disebut sebagai personal bias terkait Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Kedua, pecuniary bias, yakni bias yang terkait kepentingan keuntungan uang.
Ketiga, bias pokok masalah/perkara (subject matter bias). Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengandung bias ini karena pokok perkaranya spesifik menyangkut usia minimum capres dan cawapres yang terkait dengan Gibran.
Keempat, departmental bias. Bias ini jelas terlihat dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Yang diuji UU. Pihak Termohon dalam perkara tersebut adalah Pemerintah yang dikepalai oleh Presiden Jokowi, ipar dari Ketua Hakim MK Anwar Usman.
Pokok perkara, usia minuman capres dan cawapres yang terkait dengan Gibran Rakabuming Raka, putra dari Presiden Jokowi dan keponakan dari Ketua MK Anwar Usman.
Kelima, policy bias yang kurang lebih sama dengan department bias, tetapi titik beratnya pada kepentingan politik. Bias ini terjadi ketika institusi peradilan (hakim) terkait dengan kepentingan politik pihak-pihak berperkara.
Ketentuan dalam Pasal 17 UU Kehakiman pada hakekatnya “rule against bias” untuk memastikan imparsialitas hakim dalam menangani perkara.
Hal ini jelas diatur dalam Pasal 17 ayat (6) UU Kehakiman yang menetapkan, dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Jadi dalam Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, jika terbukti Ketua MK Anwar Usman melakukan pelanggaran Pasal 17 ayat (5) UU Kehakiman yang menetapkan, seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara, berdasarkan Pasal 17 ayat (6) UU Kehakiman, maka Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 harus dinyatakan tidak sah, dan terhadapnya dikenakan sanksi administratif atau dipidana.
Lalu berdasarkan Pasal 17 ayat (7), terhadap Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda.