Johnny Gerard Plate kini duduk di Senayan sebagai wakil rakyat. Wakil Ketua Fraksi NasDem ini ingin memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT).
JOHNNY G. Plate, nama politikus Partai NasDem satu ini terlebih dahulu dikenal sebagai direktur Air Asia. Namun ia begitu berkeinginan untuk mengubah daerah kelahirannya yang terbilang sebagai provinsi dengan jumlah keluarga kurang mampu yang cukup banyak.
“Sepertinya, saya memang diberi kesempatan untuk terjun di dunia politik. Saat ini, saya memiliki waktu senggang yang banyak. Tiga anak saya sudah selesai kuliah. Waktunya berkarya nyata bagi daerah saya,” ujarnya.
Johnny terpanggil untuk bergabung bersama Partai NasDem yang dipandangnya sebagai partai yang membawa harapan untuk perubahan masyarakat bersama gagasan “Gerakan Restorasi”.
Visi Johnny adalah menghadirkan pemimpin bagi masyarakat NTT yang mampu mengubah mindset masyarakat. Pemimpin yang tidak mewariskan sikap meminta-minta atau yang dalam istilah Manggarai, “ngende”. Baginya, tidak hanya NTT namun Indonesia benar-benar membutuhkan pemimpin yang memiliki komitmen untuk mengembangkan potensi-potensi lokal.
Suami dari Maria Ana ini merupakan sarjana ekonomi lulusan Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, tahun 1986.
Johnny, demikian ia akrab dipanggil, berasal dari daerah pemilihan NTT I. Johnny saat ini menjadi anggota Komisi XI yang melingkupi bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, lembaga keuangan bukan bank.
Selain itu, Johnny juga menjabat Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) XI, anggota Badan Anggaran, dan anggota Badan Musyawarah DPR RI. Selain itu, dirinya juga menjabat sebagai Ketua Departemen Energi SDA dan Lingkungan Hidup DPP Partai NasDem.
Johnny lahir dan tumbuh dalam keluarga yang sederhana. Ayah seorang tenaga kesehatan di kampung. Sementara ibunya adalah seorang guru. Perjuangan orangtua membesarkan tujuh anak, menorehkan kesan mendalam dalam benak Johnny. Ia selalu berkaca kepada jerih lelah sang bunda yang pada usia 15 tahun telah bekerja sebagai guru. “Orangtua menjadi inspirasi saya dalam menjalani kehidupan,” ujar Johnny.
Ia pada awalnya ingin menjadi seorang dokter. Cita-cita ini menyeruak, lantaran ia kerap melihat pekerjaan ayahnya sebagai tenaga medis. Namun, ketika Johnny tumbuh semakin besar, benih panggilan menjadi imam sempat hinggap di sanubarinya, karena ia sering bertemu dengan para imam.
“Saya semakin kagum dengan sosok romo. Ia tahu banyak hal. Umat di daerah saya juga sangat menghormati seorang romo,” ucapnya.
Maka selepas sekolah dasar, Johnny langsung mendaftarkan diri masuk Seminari Pius XII Kisol, Manggarai Timur, Flores. Tempaan pendidikan seminari membuat pribadi Johnny kian matang. Tapi itu tak berlangsung lama.
Ia memilih keluar dari seminari, karena ingin mengambil jurusan ilmu alam, yang kala itu tidak ada di seminari. Johnny pun melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Ruteng, Manggarai, Flores. Kemudian, ia meneruskan kuliah di Fakultas Ekonomi Unika Atma Jaya, Jakarta.
Tolak dana aspirasi
Usulan Badan Anggaran DPR untuk memberikan dana aspirasi kepada anggota dewan sebesar Rp 20 miliar per tahun masih menuai polemik. Johnny adalah salah satu anggota DPR yang gigih menolak dana aspirasi tersebut. Ia dengan tegas menolak dana aspirasi yang diistilahkan dengan Usulan Progran Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) dengan nilai total Rp11,2 triliun per tahun.
“Kami membawa petisi berupa tanda tangan dari 13.000 masyarakat yang menolak program dana aspirasi tersebut,” ucap Johnny saat Rapat Paripurna, di Gedung Parlemen. Petisi menolak dana aspirasi yang dibawa Johnny adalah petisi dari Indonesian Corruption Watch (ICW).
Komentari tentang post ini