JAKARTA-Pakar hukum tata negara Refly Harun mengaku sudah lama mengkritik Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai pemimpin bermasalah sebelum publik belakangan ini mengkritisi kepala negara punya catatan dalam mewujudkan demokrasi yang sehat di Indonesia.
Namun, dia merasa heran tidak ada yang berani bersuara dengan membawa narasi memakzulkan Jokowi saat mantan Gubernur DKI Jakarta itu punya banyak catatan negatif mewujudkan demokrasi yang sehat.
Refly mengatakan itu saat menjadi pembicara diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11) bertema Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik.
“Saya sudah mengkritik pemerintahan ini dan berkali-kali dianggap sakit hati dan sebagainya. Alhamdulilah hari ini menemukan pembenarannya, bahwa pemimpin kita ini pemimpin yang bermasalah, tetapi 275 juta rakyat Indonesia enggak berani mengatakan, ini saatnya meng-impeachment Presiden Jokowi. Enggak ada yang berani juga ngomong, ya,” kata Refly.
Adapun, tokoh yang hadir dalam diskusi ialah para pakar hukum tata negara seperti Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar atau Uceng, dan Refly Harun.
Diskusi yang sama juga dihadiri peneliti LIPI Ikrar Nusa Bakti, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid, hingga budayawan Romo Magnis Suseno.
Refly mengatakan masih ada cara bagi masyarakat untuk menyelamatkan demokrasi menjadi lebih sehat jauh dari cengkeraman oligarki dan dinasti politik.
“Jawabannya menurut saya kalau dalam jangka pendek ialah, satu kalau kita mau menyelamatkan diri, pastikan pemilu itu berjalan jujur dan adil, tetapi untuk memastikan itu tidak gampang. Anasir curang sudah dari hulu. Mulai dari Presidential Threshold sampai rekrutmen penyelenggara pemilu yang disetir Istana dengan mayoritas anggota prokekuasaan,” kata alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Selanjutnya, kata Refly, cara memastikan demokrasi menjadi sehat dan terbebas dari cengkeraman oligarki ialah tidak memilih sosok titipan yang mewakili dinasti politik.
“Ya, saatnya kita tidak memilih orang yang titipan dari dinasti tersebut. Saya tidak ngomong tentang orang. Kalau kata Usman Hamid sama Bivitri saya tidak ngomong tentang orang, saya juga tidak ngomong tentang orang, tetapi kalau ada satu kebenaran yang pasti, mutlak, ya, kita kritik di sana dan yang mutlak itu proses di MK tidak benar,” katanya.
Komentari tentang post ini