JAKARTA-Keputusan Presiden Joko Widodo mengganti nama Laut Cina Selatan (LCS) menjadi Laut Natuna Utara (LNU) menimbulkan protes dari Beijing. Bahkan membuka mata dunia bahwa Indonesia adalah bangsa besar.
“Karena memiliki kedaulatan atas daratan dan lautan. Sehingga tidak bisa diganggu gugat,” kata Ketua Fraksi Hanura dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu (30/9/2018).
Tak hanya itu, kata Inas, kebijakan ini membuat lawan politik Jokowi di dalam negeri menjadi malu. Padahal selama ini, pihak oposisi selalu menghujat Jokowi dengan istilah antek asing atau kacung China.
“Beijing tentu tidak akan berhenti hanya sekedar protes, tapi juga akan berupaya menjatuhkan Jokowi dalam Pemilu 2019,” tambahnya.
Bisa jadi, lanjutnya, melalui operasi intelijen yang akan melibatkan lawan politik Jokowi maupun oposisi melalui berbagai cara. Diantaranya yang sudah berjalan adalah menyelundupkan tenaga kerja China ke Indonesia.
“Lalu menginformasikan kepada lawan politik Jokowi, kemudian memblow up-nya ke media massa. Kemudian menjadikan head line seolah-olah Jokowi telah menerima sebanyak-banyaknya tenaga kerja dari China,” paparnya.
Tapi Alhamdulillah, sambung Ketua DPP Partai Hanura, pemerintah sigap dan menangkapnya kemudian mendeportasikan ke negara asalnya.
Selain itu patut diduga gerakan intelejen Cina, tidak hanya berhenti dengan membuat isu-isu tenaga kerja China. Namun juga isu lain yang terkait dengan China, diantaranya adalah sikap Jokowi yang menolak keras keinginan China lewat perusahaan minyaknya, CNOOC untuk memperpanjang pengelolaan lapangan minyak di wilayah kerja Southeast Sumatra (SES).
Wakil Ketua Komisi VI DPR menjelaskan saat ini pemerintah menyerahkan ladang minyak tersebut 100% kepada PT. Pertamina Hulu Energi (PHE) pada tanggal 6 September 2018 yang lalu. Ngototnya Jokowi yang lebih mementingkan kedaulatan Indonesia, semakin membuat Beijing berang.
“Karena itu China dipastikan akan memilih bekerja sama dengan oposisi yang dipimpin oleh Prabowo, yang sekarang ini tidak lagi memiliki logistik banyak untuk maju dalam Pilpres 2019,” ungkapnya.
Inas menduga kedatangan Duta besar negara China, Xiao Qian ke kediaman Prabowo Subianto pada 26 September 2018 yang lalu, bukan hanya sekedar pertemuan biasa. Namun juga menjajagi kerjasama Indonesia-China.
“Apabila detail kerjasama tersebut menarik bagi Beijing, maka bisa saja logistik Prabowo dalam Pilres 2019 dijamin aman,” tandasnya lagi.
Tanda-tanda adanya kesepakatan antara Prabowo dengan Beijing nampaknya semakin terang, yakni dengan kehadiran Prabowo dalam ritual perayaan hari nasional Republik Rakyat Cina (RRC) 27 September 2019 di Hotel Sangri-La Jakarta dengan menggunakan beskap hitam yang mirip dengan pakaian pejabat Komunis China di era Mao Zedong.
Prabowo telah mengejutkan pendukungnya, karena selama ini dianggap anti China, tapi dalam perayaan tersebut Prabowo nampak sangat patuh kepada China dengan mengatakan bahwa hubungan antara Indonesia dengan negara China sangat penting dan harus dipelihara bahkan ditingkatkan, jika perlu harus dibantu. Yang justru menarik adalah China membutuhkan bantuan untuk menguasai laut Natuna Utara dan sumber daya alam Indonesia, maka bantuan ini akan didapat dari Prabowo Subianto apabila terpilih menjadi Presiden Indonesia.
Komentari tentang post ini