Memang bisa kemungkinan lain. Seorang pimpinan di suatu institusi tidak menciptakan suasana memungkinkan bawahan berani berbeda pendapat demi tujuan lebih baik.
Oleh karena itu, sejatinya ada dua hal utama yang dilakukan oleh jubir tersebut. Pertama, memberi masukan kepada menterinya, utamanya pada situasi negara sedang fokus menangani Covid-19, supaya dirinya (jubir) tidak perlu menyampaikan ke ruang publik agar MSD minta maaf dan tidak perlu harus melalui proses hukum.
Jika ide untuk minta maaf dan atau menempuh jalur hukum dari menterinya, justru jubir harus berani berbeda pendapat dengan menterinya demi tujuan yang lebih besar. Karena itu, jubir harus berperan sebagai “konsultan” komunikasi bagi pimpinannya (Menko Marves). Jadi jubir tidak boleh seperti pesuruh yang selalu mengucapkan dan atau berperilaku “ada perintah” apalagi APS (asal pimpinan senang).
Bila perilaku jubir seperti itu sama saja menjerumuskan pimpinan di ruang publik. Ini bisa mengganggu eksistensi pumpinan di ruang publik. .
Komentari tentang post ini