Oleh: Saiful Huda Ems
Bangsa Indonesia patut bersyukur, karena diujung masa Pemerintahan Jokowi, kelompok Nasionalis di bawah kepemimpinan Capres/Cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD, berhasil menyelesaikan silang sengketa ideologisnya dengan kelompok Religius di bawah kepemimpinan Capres/Cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Olehnya tidak pernah kita dengar lagi gerakan-gerakan politik identitas, tidak pernah kita dengar lagi gelut politik antara Cebong vs Kadrun, karena semuanya sedang bergerak Menuju Indonesia.
Menariknya dua kelompok ini sekarang melebur dalam satu kesatuan pergerakan, yakni Kritis Kooperatif yang bersayapkan Oposisi Nasionalis dan Oposisi Religius.
Suatu hal yang sangat mewah dan baru terjadi lagi semenjak wafatnya KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dahulu membangun koalisi oposisi besar bersama Ibu Hj. Megawati Soekarnoputri, yang berhasil membangun gerakan Civil Society yang dahsyat dan mampu menggulingkan kediktatoran Rezim Soeharto.
Bersatunya kekuatan Oposisi Nasionalis dan Religius ini, tentu sedikit banyak telah membuat tulang-tulang kekuatan Rezim Cawe-Cawe bersama Capres/Cawapres pelanggar berat HAM dan pelanggar berat Konstitusi gemetaran, sampai kemudian surveyor-surveyor bayarannya kalap dan kampanye Menang Pilpres 1 Putaran secara mati-matian.
Tak hanya itu, momentum kekalahan telak Capresnya di ajang Debat Capres III nya, pun didramatisir dan dibolak-balik sedemikian rupa, sehingga para pendukungnya dipaksa untuk mengeluarkan air matanya.
Seolah-olah Capresnya sedang dihina dan dilecehkan oleh Capres 01 dan 03.
Survei yang dirilis dua minggu sekali, jelas bentuk kepanikan sekaligus propaganda yang dipaksakan.
Namun nyatanya mereka dengan berbagai trik tipuan dan penggiringan opininya, tidak pernah berani menyatakan Capres yang dijualnya mampu meraih elektabilitas hingga di atas 50 %.
Komentari tentang post ini