Jadi, kata Yusri, ditangkap pun seluruh karyawan Pertamina sekitar 30 ribu orang, tidak bisa merubah bahwa kita harus mengimpor setiap harinya sekitar 1 juta barel. “Paham kan,” sergah Yusri.
Sehingga, kata Yusri, dapat dipahami suasana kebatinan Direksi Pertamina (Persero) dan Subholding saat ini yang sangat galau dan trauma. Ibarat buah simalakama, dimakan mati ibu, tak dimakan mati ayah.
“Apalagi Dirut Pertamina, Simon Aloysius Mantiribaru saja menjabat tentu saja kelimpungan menghadapi badai besar lagi menghantam kapal besar Pertamina, salah-salah mengatasinya bisa kolaps,” beber Yusri.
Dikatakan Yusri, di dalam negeri muncul krisis kepercayaan publik terhadap kualitas BBM Pertamina yang dijual di SPBU, termasuk lender atau bank-bank luar negeri pemberi pinjaman dalam bentuk global bond miliaran Dollar Amerika kepada Pertamina pun ikut khawatir bahkan bisa minta percepatan pelunasan akibat kasus yang lagi menimpa Pertamina.
“Bagaimana mungkin mereka Direksi dan stafnya bisa bekerja tenang untuk memastikan ketersedian BBM dan LPG ada dan mudah dibeli oleh rakyat lantaran di saat bersamaan mereka silih berganti terpaksa mondar-mandir harus ke gedung bundar Kejaksaan Agung untuk memberikan kesaksian atas dugaan peristiwa pidana yang sudah terjadi,” ungkap Yusri.