JAKARTA-Peta jalan Making Indonesia 4.0 memuat 10 prioritas nasional yang bertujuan mempercepat perkembangan industri manufaktur Indonesia.di era revolusi industri 4.0.
Salah satu prioritas nasional tersebut adalah mengakomodasi standar-standar keberlanjutan (sustainability) untuk memberikan manfaat jangka panjang bagi sektor industri di masa depan.
“Standar-standar keberlanjutan perlu menjadi perhatian penting dalam implementasi program prioritas Making Indonesia 4.0, karena sektor industri ternyata tidak hanya memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional, namun juga memiliki konsekuensi terhadap lingkungan, seperti semakin berkurangnya ketersediaan sumber daya alam dan daya dukung serta daya tampung lingkungan,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi di Jakarta, Jumat (28/8).
Terkait isu lingkungan, saat ini perkembangan teknologi pemantauan kualitas limbah dan emisi terus mengalami perkembangan, seiring inovasi teknologi yang semakin canggih di era revolusi industri 4.0.
Inovasi di era ini menekankan pada pola digital, artificial intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya. Dengan sistem teknologi pemantauan digital, data dapat langsung dikirimkan secara real time melalui internet menuju suatu pusat data.
Doddy memaparkan, untuk mengendalikan dampak pencemaran industri, perlu upaya menjaga kualitas limbah dan emisi yang dihasilkan agar tetap berada di bawah ambang batas baku mutu limbah dan emisi sesuai peraturan yang berlaku. Hal ini untuk mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan sekitar.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pemantauan kualitas limbah dan emisi secara berkala. Hal ini tentunya juga menjawab tantangan dalam pemantauan lingkungan di masa pandemi Covid-19.
“Untuk itu, kami mendorong industri untuk menggunakan teknologi revolusi industri 4.0, terutama yang dikembangkan di dalam negeri dalam pemantauan kualitas limbah dan emisi,” imbuhnya.
Saat ini, teknologi pemantauan kualitas limbah dan emisi terus berkembang, antara lain terkait dengan teknologi yang berbasis sensor elektrokimia, optical spectroscopy, maupun biosensor.
Tantangan ke depan yang dihadapi adalah penyediaan teknologi yang murah dan standarisasi metode untuk analisa, serta interpretasi data yang dihasilkan.
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri di Semarang, salah satu satuan kerja di bawah BPPI Kemenperin, menyelenggarakan webinar bertajuk “Revolusi Industri 4.0 untuk Pencegahan Pencemaran Industri” pada Kamis lalu (27/8).
Direktur Pengendalian Pencemaran Air Ditjen. Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK), Luckmi Purwandari yang hadir dalam kesempatan tersebut menyatakan, pemerintah saat ini sedang mencoba menerapkan sistem pemantauan kualitas limbah dan emisi secara terus menerus.
“Untuk air limbah, sebagian industri harus melakukan pemantauan kualitas limbahnya dan diintegrasikan dalam Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan (SPARING). Begitu pula untuk emisi, sebagian industri harus memasang Sistem Pemantauan Emisi Berkelanjutan (Continous Emission Monitoring System/CEMS) yang diletakkan di dalam cerobong dan diintegrasikan dalam Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Secara Kontinyu (SISPEK),” papar Luckmi.
Komentari tentang post ini