Dari jumlah tersebut, terdapat 356 laporan yang diidentifikasi sebagai kasus perundungan.
Laporan perundungan yang terjadi dalam proses pendidikan kedokteran di Indonesia, khususnya PPDS juga banyak diterima oleh Kemenkes.
“Bentuk perundungan mulai dari perundungan verbal berupa kata-kata kasar, sampai tindakan yang tidak terkait pendidikan medis, seperti mengantar jemput istri senior, membayar makanan senior, membelikan baju senior, serta membayar keperluan seniornya hingga ratusan juta rupiah sebulan,” jelasnya.
Muslim menilai, diperlukan adanya tindakan tegas dari Kemenkes terhadap pelaku perundungan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis untuk memutus mata rantai praktik perundungan dalam Pendidikan kedokteran di Indonesia.
Termasuk adanya koordinasi dengan Kemendikbudristek menngingat adanya perbedaan kewenangan dalam kasus perundungan ini.
Di mana Kemenkes kewenangannya hanya ada di rumah sakit.
“Perbaikan perlu dilakukan dengan memperbaiki sistem pendidikan kedokteran secara keseluruhan, mulai dari perbaikan kurikulum dan standar pendidikan. Mengingat masalah perundungan adalah masalah yang kompleks terkait dengan budaya, psikologis, sosiologis dan finansial,” jelasnya.
Komite III DPD RI sendiri berkomitmen untuk terus mengawal dan mendukung upaya-upaya yang bertujuan memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, sehingga dapat melahirkan generasi penerus yang siap menghadapi tantangan global dan membangun Indonesia yang lebih baik.***