JAKARTA – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menerima Laporan Advokat Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara tentang sikap Bareskrim Polri yang menolak Laporan Tentang Sirekap Sistem Informasi Rekapitulasi Pilkada (SIREKAP) KPU.
Laporan ini diterima anggota KOMPOLNAS, Poengky Indarti, di Jakarta, Rabu (20/3).
Adapun Advokat TPDI dan Prekat Nusantara, yang hadir diantaranya Advokat Petrus Selestinus, Erick S. Paat, Robert B. Keytimu, Jemmy S. Mokolensang, Paskalis A. Dachunha, Ricky D. Moningka, Pitri Indrianingtyas dan Roslina Simangunsong.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menolak Laporan Polisi Advokat TPDI dan Perekat Nusantara pada tanggal 1 dan 4 Maret 2024.
Polri beralasan materi laporan merupakan yurisdiksi Bawaslu Cq. Gakumdu. Namun alasan penolakan dari Polri sangat tidak masuk akal.
“Dalam dialog dengan Kompolnas, TPDI dan Perekat Nusantara, menyatakan sangat berkeberatan dengan sikap Bareskrim Polri yang menolak upaya masyarakat membuat Laporan Polisi, tentang dugaan telah, sedang atau diduga akan terjadi suatu peristiwa pidana terkait SIREKAP, baik dari aspek pengadaan karena ada dugaan korupsi, maupun dari aspek Penyebaran Berita Bohong melalui SIREKAP KPU, sesuai ketentuan pasal 14 UU No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, yang menjadi Yurisdiksi Bareskrim Polri,” jelasnya.
Karena itu, menjadi aneh dan tidak masuk diakal, ketika Bareskrim mengarahkan Para Advokat TPDI dan Perekat Nusantara agar melapor ke Bawaslu, Cq. Gakumdu, dengan alasan persoalan Sirekap masuk yurisdiksi Bawaslu Cq. Gakumdu.
Padahal menurut Para Advokat TPDI, secara Hukum Acara Pidana berdasarkan pasal 1 angka 24 KUHAP, bahwa Laporan adalah “pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan UU kepada pejabat yang berwenang tentang, telah, sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana”.
Dalam penyampaian di Kompnas, Advokat TPDI dan Perekat Nusantara merasa hak atau kewajibannya berdasarkan UU untuk melapor kepada Polri, untuk dugaan tindak pidana besar dan sangat sensitif dalam kehidupan bernegara, telah dilecehkan oleh Barsekrim Polri dengan alasan yang tidak memiliki landasan hukum dan bertentangan dengan wewenang Polri berdasarkan UU ITE.
“Sikap Bareskrim Polri yang menempatkan semua aktivitas terkait kepemiluan menjadi wewenang atau yurisdiksi Bawaslu Cq. Gakumdu, sebagai suatu sikap melempar tanggung jawab atau Bareskrim Polri terjebak dalam perilaku politik praktis yang diurus oleh Bawaslu,” tegasnya.
Padahal di dalam UU No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, kedudukan Polri di Bawaslu menjadi “subordinasi”, karena Polri berada dalam organ Gakumdu yang secara struktur melekat di bawah Bawaslu. (pasal 476 UU No.7 Tahun 2017, Tentang Pemilu).
Di sinilah marwah Polri runtuh, karena hanya demi Pemilu 2024, Bareskrim menolak Laporan Masyarakat tentang dugaan tindak pidana yang menyangkut dugaan penyebaran berita bohong dan korupsi terkait SIREKAP, tetapi mengarahkan Masyarakat melapor ke Bawaslu.
Padahal tidak semua dugaan tindak pidana terkait aktivitas kepemiluan menjadi wewenang Bawaslu.
Komentari tentang post ini