JAKARTA-Pemerintah terus berupaya menjalankan berbagai program untuk mencegah stunting, di antaranya dengan mendorong konsumsi sumber makanan yang sehat, aman dan beragam serta kaya terhadap kandungan gizi mikro.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah dari standar usianya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) turut berperan dalam pencegahan stunting melalui upaya peningkatan konsumsi produk hasil pengolahan ikan.
Ikan merupakan salah satu sumber pangan lokal yang dapat dikembangkan karena sehat dan kaya akan kandungan gizi mikro.
“Ikan merupakan komoditas yang kaya akan gizi dan mudah dijumpai di sekitar kita,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika di Jakarta, Kamis (14/10).
Ketika memberikan paparan pada webinar tentang Diversifikasi Olahan Hasil Perikanan dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat di kala Pandemi, Plt. Dirjen Industri Agro menyampaikan bahwa ikan mengandung protein, lemak, minyak ikan, vitamin A, D, B6, B12, mineral, yodium, dan zat besi, sehingga dapat mengatasi masalah kekurangan zat gizi mikro pada masyarakat.
Putu juga melaporkan, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami beban ganda gizi.
“Beban ganda gizi tersebut adalah kekurangan zat gizi mikro yang menyebabkan stunting yang kemudian menimbulkan kerugian ekonomi negara sebesar 2-3% dari PDB per tahun,” jelasnya.
Pemerintah menargetkan prevalensi stunting turun 14 persen pada tahun 2024.
Prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2014 berada pada angka 37 persen dan berhasil ditekan hingga mencapai angka 27,6% pada tahun 2019.
Putu menjelaskan bahwa pemerintah berupaya menanggulangi permasalahan stunting melalui program suplementasi, upaya perubahan perilaku konsumsi masyarakat agar mengkonsumsi sumber makanan yang beragam dan kaya akan kandungan gizi termasuk zat gizi mikro serta sehat dan aman, serta fortifikasi pangan.
“Solusi yang paling dekat adalah mengupayakan konsumsi ikan karena Indonesia mempunyai potensi perikanan yang sedemikian besar,” terang Putu.
Konsumsi ikan nasional terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia.
Konsumsi ikan nasional naik dari 47,34 kg/kapita/tahun pada tahun 2017 menjadi 54,50 kg/kapita/tahun pada tahun 2019 dan pada tahun 2021 konsumsi ikan nasional ditargetkan sebesar 60 kg/kapita/tahun.
“Konsumsi ikan di negara kita perlu terus ditingkatkan. Selain karena kandungan zat gizi mikronya yang bermanfaat bagi masyarakat yang mengkonsumsinya, Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi produksi ikan yang sangat banyak,” ungkap Putu.
Putu menambahkan, industri pangan olahan masih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.
“Dari data konsumsi pangan olahan, baru 30% sumber daya yang kita olah. Masih ada potensi 70% yang dapat dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja baru,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Kemenperin mendorong pengembangan industri pengolahan ikan agar lebih poduktif dan inovatif.
“Jika kita mampu merevitalisasi dan mengembangkan industri makanan dan minuman, termasuk industri pengolahan pangan, akan membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemenuhan gizi masyarakat,” paparnya.
Apalagi, unit usaha sektor industri makanan minuman didominasi oleh skala usaha kecil dan mikro.
“Sebanyak 99,54% dari total unit usaha sektor industri mamin merukan skala usaha kecil dan mikro, sisanya merupakan skala menengah-besar,” ungkap Putu.
Webinar yang juga dihadiri oleh Aulia Aprilia, seorang pakar ahli gizi, menjelaskan stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi yang terjadi terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari standar usianya.
“Rendahnya asupan zat gizi mikro terutama pada ibu hamil dan anak balita diketahui dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, perkembangan kognitif pada anak dan daya tahan terhadap infeksi, yang akan mengancam kualitas SDM Indonesia ke depan,” jelas Aulia.
Selain itu, menurut Aulia, anak yang lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan stunting mempunyai potensi tiga kali lebih besar untuk menderita penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya, serta mempunyai harapan hidup yang lebih pendek.
“Kandungan gizi pada ikan lokal jauh lebih banyak daripada ikan impor. Misalnya pada ikan kembung terdapat kandungan Omega 3 sebanyak 2,6 gram dan selenium yang dapat membantu mencegah komplikasi pada ibu hamil serta menurunkan risiko BBBLR dan stunting,” paparnya.
Head of Legal & Corporate Affairs Indonesia & PNG PT Heinz ABC Indonesia Lusia Mira Buanawati pada kesempatan yang sama menjelaskan produk ikan mengandung protein, vitamin, mineral, dan asam lemak tak jenuh (Omega 3, Omega 6, dan Omega 9), sehingga dapat mengatasi masalah kekurangan zat gizi mikro pada masyarakat.
“Ikan juga dapat meningkatkan kecerdasan otak (IQ) karena banyak mengandung Omega 3. Produk ikan kaleng seperti sarden juga menjadi salah satu opsi meningkatkan konsumsi ikan di masyarakat,” tutur Lusia.
“Untuk meningkatkan konsumsi ikan, lanjut Lusia, kita dapat mengolahnya menjadi beragam produk seperti nugget, bakso, dan olahan masakan lainnya yang menarik untuk dikonsumsi,” ujar Chef Haedar Hadi Yusuf.
Komentari tentang post ini