Sementara itu, Ketua Yayasan Pelayanan Kasih (YPK) Wahyu Dramastuti, mengatakan pihak YPK sudah mematuhi semua peraturan yang ditetapkan oleh Pemprov DKI Jakarta, yaitu pembangunan secara knock down. “Kok masih tetap disegel pada 24 Juni 2014? Tapi anehnya, setelah bangunan kami disegel, muncul beberapa bangunan lain di sekitar kami. Bangunan-bangunan baru itu untuk komersial tapi kok malah diijinkan, sementara kami yang 100% untuk sosial dan sering dimintai tolong oleh rumah sakit pemerintah malah tidak diijinkan?”, ungkap Wahyu.
Wahyu Dramastuti yang juga sebagai wartawan di media nasional itu, meyakini dalam kasus ini ada permainan antara oknum pemerintah, kontraktor, LSM dan beberapa orang yang mengaku wartawan. Ia mencontohkan, dalam pengurusan ijin, pihak kontraktor Harimurti tidak melakukan pengurusan sesuai ketentuan yang berlaku, namun secara diam-diam “bermain mata” dengan oknum Seksi Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) Kecamatan Jagakarsa, dengan menyerahkan uang Rp 45 juta kepada oknum petugas P2B Kecamatan tersebut. “Harimurti mengaku petugas P2B Kecamatan Jagakarsa minta uang Rp 200 juta, lalu Harimurti tanpa sepengetahuan saya dan James, memberikan uang Rp 45 juta kepada petugas itu. Ini kan enggak benar,” tegas Wahyu. Yang bikin Wahyu tambah kesal, karena saat menghadapi kesulitan di lapangan, Harimurti tidak berkoordinasi dengan pihak YPK melainkan melalui anak buahnya malah membagi-bagikan uang kepada beberapa orang yang mengaku dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan wartawan yang tidak jelas medianya.