LABUAN BAJO,BERITAMONETER.COM – Krisis kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menggerogoti Manggarai Raya—meliputi Manggarai, Manggarai Barat (termasuk Labuan Bajo), hingga Manggarai Timur—bukan sekadar kemacetan logistik, melainkan sebuah tamparan telak terhadap janji keadilan energi di Indonesia.
Realitas harga Pertalite yang mencapai puncaknya hingga Rp50.000 per liter di pengecer adalah bentuk penyiksaan ekonomi massal yang tidak dapat diterima.
Angka ini secara brutal membantah klaim negara mengenai program BBM Satu Harga, membuktikan bahwa warga Manggarai Raya harus membayar mahal hanya karena lokasi geografis mereka.
Ironi utama terletak pada kontras antara pembangunan pariwisata dan kesejahteraan rakyat. Labuan Bajo di Manggarai Barat telah ditetapkan sebagai destinasi super prioritas, menarik perhatian dan investasi nasional.
Namun, di balik kemilau pariwisata itu, infrastruktur dasar yang menopang kehidupan masyarakat lokal dibiarkan rapuh. Ketika jalur logistik utama lumpuh karena perbaikan jalan yang amburadul dan sistem buka-tutup, seluruh rantai pasok BBM terputus.
Kegagalan ini menunjukkan bahwa perencanaan pembangunan terlalu fokus pada fasad pariwisata tanpa membangun fondasi logistik yang kuat dan tahan banting.














