Oleh: Salamuddin Daeng
Bulan lalu, setelah covid 19 melanda tanah air, masyarakat meradang, bukan karena covid, tapi akibat tagihan rekening listrik mereka melompat tinggi.
Ada yang naik 50 persen, 100 persen dan bahkan ada yang hingga harus membayar kenaikan hingga 400 persen.
Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyatakan tidak ada kenaikan tarif, namun realitasnya masyarakat membayar listrik hingga 4 kali lipat dari biasanya.
Sampai sekarang masyarakat belum mendapatkan informasi yang benar mengapa mereka dipaksa membayar listrik dengan sangat mahal. Pihak PLN menyalahkan estimasi pencatatan meteran yang mereka lalukan sendiri.
Alasannya karena covid 19 mengakibatkan tidak ada pencatatan meteran listrik. PLN juga mengatakan bahwa kenaikan karena pemakaian masyarakat yang bertambah akibat Work From Home (WFH) akibat peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan pemerintah.
Berbagai alasan dibuat untuk menampik adanya kenaikan tarif dasar listrik(TDL), meskipun faktanya rakyat membayar listrik mahal dan tidak wajar disaat rakyat sedang susah.
Lain lagi pertamina, BUMN energi lain yang juga melayani hajat hidup orang banyak sama seperti PLN. Pertamina tidak mau menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), meskipun harga minyak mentah yang merupakan komponen utama menghasilkan BBM turun drastis.
Harga minyak mentah internasional harganya bahkan turun hingga minus atau dibawah 0 dolar. Selain itu harga minyak mentah telah berada di bawah 40 dolar selama hampir 6 bulan lamanya.
Sementara harga BBM sekarang adalah harga pada posisi harga minyak mentah pada kisaran 65-100 dolar per barel.
Masyarakat tidak mendapatkan hak yang benar yakni mendapatkan harga yang benar atas layanan publik. Padahal Pertamina telah mengimpor BBM dari Singapura jenis Ron 95 dengan harga antara Rp. 2200 – Rp. 2800 per liter.
Pertamina telah menimbun BBM impor di kapal kapal apung, di storage, di tangker, untuk dijual kepada masyarakat Indonesia dengan harga mahal. BBM impor murah dijual mahal di dalam negeri.
Dalam kasus listrik dan BBM masyarakat tidak mendapatkan layanan publik yang baik di tengah kesusahan akibat pandemi, yakni layanan atas harga yang wajar dan benar, atas informasi yang memadai benar, yang merupakan hak paling mendasar baik sebagai masyarakat maupun sebagai konsumen.
Dalam situasi krisis dimana beban ekonomi masyarajat yang sudah berat makin diperberat akibat layanan publik yang tidak maksimal.
Kebutuhan Dasar
Kebutuhan dasar lain di tengah pandemi covid adalah telekomonikasi. physical distancing yang merupakan protokol utama kesehatan, telah meningkatkan kebutuhan pulsa internet, berkali-kali lipat, terutama sekali untuk kegiatan bekerja dan kegiatan sekolah dari rumah.
Komentari tentang post ini