JAKARTA-Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, mengkritisi pernyataan Presiden Joko Widodo agar tidak terjadi abuse of power, dan etika keteladanan bernegara terkait pernyataannya bahwa Presiden boleh berkampanye dan memihak dalam perhelatan pemilihan umum (pemilu).
HNW sapaan akrabnya menyampaikan memang ada ketentuan UU yang sekilas bisa dijadikan rujukan, tapi HNW juga mengingatkan ketentuan Pasal 7 Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang jelas dan tegas mengatur soal pembatasan masa jabatan presiden maksimal dua periode.
“Ini merupakan ketentuan Konstitusi yang juga amanat reformasi. Yang mudah dipahami bahwa diakhir periode kedua, seperti Presiden Jokowi, diakhir masa jabatan maksimalnya diperiode ke dua, maka Presiden yang bukan hanya kepala pemerintahan tapi juga kepala negara,” ujarnya.
Seharusnya, Jokowi mengutamakan legacy, keteladanan dan etika sebagai Presiden dengan tidak perlu cawe-cawe untuk sekalipun melalui orang lain tapi esensinya sama yaitu ‘memperpanjang masa jabatannya’.
“Apalagi bila ‘orang lain’ itu adalah anggota keluarganya sendiri. Karena hal itu juga bentuk nepotisme yang ditolak oleh Reformasi dan menjadi ketentuan yang tidak sesuai dengan Konstitusi, sehingga harusnya dihindari oleh Presiden, agar tidak berpotensi dimakzulkan oleh DPR,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (24/01).
“Pembatasan dua periode masa jabatan Presiden ini merupakan ketentuan yang membedakan dengan jabatan-jabatan kenegaraan lainnya,” tambahnya.
Ketentuan Pasal 7 UUD NRI 1945 itu-lah yang seharusnya menjadi acuan dalam menafsirkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
HNW mengakui memang Pasal 299 UU Pemilu memberikan hak kepada presiden dan wakil presiden untuk berkampanye, dengan berbagai persyaratannya.
Komentari tentang post ini