JAKARTA-Koalisi pilpres diprediksi sangat sulit terwujud tanpa bagi-bagi atau konvensi kekuasaan.
Idealnya koalisi itu, berdasarkan ideologi dan platform politik partai masing-masing, tanpa menutup peluang bagi-bagi kekuasaan.
“Proses koalisi Pemilu 2014 ini, sebagai proses politik yang paling alot dibanding pemilu-pemilu 2004 dan 2009,” kata Pengamat politik dari LIPI Syamsuddin Haris dalam dialog “Menghitung arah koalisi parpol menjelang Pilpres” di Gedung MPR RI Jakarta, Senin (12/5/2014).
Diakui guru besar riset LIPI ini, koalisi terbagi berbagi macam tipe. Sehingga sulit untuk disatukan.
“Tentu ini sebagai akibat hasil pemilu yang menjadikan kuatnya posisi partai tengah, munculnya koalisi berbasis ideologi dan platform, dan di sisi lain berbasis kekuasaan yang sangat pragmatis, maka makin sulit,” ujarnya
Syamsuddin Haris berharap muncul lebih dari dua pasangan, dan kemungkinan itu bisa dilakukan oleh Demokrat.
Dari sikap politik akhir-akhir ini, di mana Ketua Umum DPP PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menolak nasionalisasi perusahaan asing, dan arahnya lebih menyukai PDIP daripada Gerindra.
“Jadi, kalau mau Demokrat dengan Golkar sudah cukup untuk mengusung capres, karena kursinya lebih dari 130 kursi DPR RI,” tambahnya.
Dikatakannya, Demokrat harus menunggu konvensi ala SBY, maka akan terlambat karena politik di Demokrat itu one man one show, yaitu tergantung pada SBY.
“Semua politisi Demokrat menunggu sikap SBY, sehingga sekarang terlambat di tengah PDIP sudah berkoalisi dengan Nasdem dan PKB, juga Gerindra dengan PPP, PKS, dan PAN meski belum dideklarasikan,” ungkapnya.