Oleh: Josefina Agatha Syukur, SH, MH
Dalam beberapa hari terakhir, orang mulai lagi ramai-ramai mempersoalkan mahar yang diberikan ke Parpol.
Topik ini sangat menarik. Sebab, di satu sisi ada aturan dalam pilkada yang melarang keberadaan mahar ini.
Larangan itu kira-kira berbunyi begini: Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada partai politik atau gabungan partai politik dalam bentuk apa pun dalam proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
Tetapi di sisi lain, praktek pemberian kepada partai politik itu tetap ada. Seolah-olah parpol dan bakal calon dalam pilkada itu memandang mahar sebagai hal wajar.
Dimana letak kewajarannya? Para bakal calon dan timsesnya biasanya menyebutkan partai politik itu dengan kata sandi “kendaraan”.
Dengan kendaraan parpol itu si bakal calon diantar ke KPU setempat, untuk selanjutnya oleh KPU dilepas ke arena pertarungan pilkada.
Kendaraan itu digerakkan oleh mesin dan untuk menggerakkan mesin itu butuh bensin. Si pemilik kendaraan harus membeli bensin.
Komentari tentang post ini