Ditegaskan, kewenangan MK adalah membatalkan aturan atau perundangan yang dinilai melanggar konstitusi.
Menurutnya, itu merupakan standar ilmiah kewenangan MK di seluruh dunia, sejak lembaga ini kali pertama dibentuk di Wina, Austria pada 1920.
Karenanya, ditegaskan jika aturan perundangan itu tak melanggar konstitusi, maka MK tak boleh membatalkan.
Lalu, jika aturan itu ingin diubah bagaimana?
Mahfud tegas menjawab itu bukan ranah MK, melainkan DPR RI.
“Kalau mau diubah gimana? Bukan MK yang mengubah. Yang mengubah itu DPR, lembaga legislatif. Nah, MK sudah tahu itu,” tegas pejabat asal Madura itu.
“Dan selama ini kalau menyangkut open legal policy, atau politik hukum yang sifatnya terbuka, itu MK bukan menolak gugatan, tetapi tidak menerima. Tidak menerima dan menolak itu beda,” sambung Mahfud.
Diterangkan, kalau menolak itu artinya permohonan ditolak.
Sementara, bila tidak menerima, artinya dikembalikan untuk diproses melalui lain atau proses baru.
“Oleh sebab itu, yang terpenting ada dua. Satu kita serahkan masalah itu kepada hakim Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan,” paprnya.
Komentari tentang post ini