Pelonggaran moneter akan mendorong normalisasi likuiditas domestik, setelah sebelumnya demi menjaga stabilitas eksternal, BI melakukan pengetatan likuiditas.
Peluang pergeseran ini diperkirakan akan terjadi bersamaan dengan pelonggaran suku bunga The Fed.
Likuiditas yang membaik dapat memberikan dukungan yang lebih baik terhadap aktivitas perekonomian dan sentimen di pasar finansial.
Selain kebijakan suku bunga, diperkirakan BI dapat melonggarkan kebijakan moneternya dengan menggunakan alat kebijakan non-suku bunga, seperti menurunkan Giro Wajib Minimum (“GWM”) sebelum mulai menurunkan suku bunga BI.
Secara historis penurunan GWM terjadi sebelum siklus penurunan suku bunga BI seperti pada tahun 2015 dan 2019.
“Kondisi likuiditas yang diharapkan lebih baik dan pemilu yang berjalan aman diharapkan dapat mendukung penguatan pasar saham Indonesia secara lebih berkelanjutan. Optimisme terhadap peningkatan aktivitas perekonomian dan kondisi moneter yang lebih akomodatif diharapkan dapat meningkatkan minat investasi investor domestik dan aliran likuiditas ke pasar saham Indonesia,” terang Samuel.
Di tengah kondisi global yang dinamis, investor disarankan mengambil posisi yang berimbang pada konstruksi portofolio, mengombinasikan elemen potensi katalis jangka pendek, defensif, dan potensi struktural jangka panjang.
Untuk jangka pendek, sektor-sektor yang diuntungkan dari pemangkasan suku bunga (interest rate sensitive) seperti di perbankan, properti, tower telekomunikasi, dan konsumer non-primer.
Untuk strategi defensif, sektor telekomunikasi menjadi pilihan karena karakteristik industri cenderung resilien mengingat data merupakan kebutuhan pokok dan potensi kinerja emiten yang baik.
Adapun untuk potensi pertumbuhan struktural, sektor yang berhubungan dengan bahan baku untuk industri energi baru terbarukan.
Transisi menuju era dekarbonisasi menguntungkan bagi Indonesia yang kaya akan komoditas yang digunakan dalam teknologi energi baru terbarukan.
Komentari tentang post ini