Baren Ambarita, perwakilan dari Masyarakat adat Sihaporas menegaskan aksi penculikan ini merupakan bentuk tindakan represif oleh aparat kepolisian.
Apalagi, kejadian ini tidak terjadi dialog dan yang terjadi polisi langsung main tangkap.
“Menurut kami ini adalah pelanggaran berat, maka kami ini mengadulah ke DPRD Simalungun. Kalau bisa persoalan ini harus di bahas di Komisi III DPR RI. Latar belakang kejadian ini, mereka tidak tahu, bahwa ini kan ada proses benturan antara masyarakat adat Sihaporas dengan pekerja PT TPL, kenapa kita mengadu ke Polres Simalungun di arahkan ke Polsek, katanya karena duluan pihak TPL yang mengadu,” kata Baren
Lebih lanjut Baren menyampaikan, masyarakat Adat LAMTORAS sudah lama memperjuangkan hak-haknya di Sihaporas.
Ini adalah akibat dari persoalan agraria, di mana tanah adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas, dikuasai oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL) sampai saat ini.
“Kami tidak rela, tanah kami itu di kuasai oleh TPL seterusnya. Mulai tahun 1998 masa reformasi, kami sudah bergerak memperjuangkannya. Tahun 2000 sudah ada rekomendasi dari DPRD Simalungun ini, pada masa Pak Samaidun dan sudah turun ke Sihaporas bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Simalungun dan Pemerintah Daerah Simalungun. Hasilnya DPRD Simalungun mengeluarkan merekomendasikan, agar persoalan tanah adat Sihaporas segera di selesaikan eksekutif, tapi sampai sekarang belum ada keputusan Pemerintah Daerah Simalungun dan tanah masih tetap di kuasai oleh PT. Toba Pulp Lestari,” tegas Baren.