BALI-Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Teknologi Nasional (BRIN) Prof. Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri mengingatkan para peneliti lembaga tersebut untuk tak menjadikan penerbitan jurnal internasional sebagai target utama riset.
Hal itu terungkap ketika Megawati melakukan dialog dengan para periset yang hadir dalam acara “BRIN Mendengar” yang diadakan di Gedung Nayaka Loka, di lingkungan Kebun Raya Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali, Senin (7/8/2023).
Total sebanyak 127 periset BRIN yang hadir dalam acara tersebut.
Dimana Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dan Wakil Kepala BRIN Laksamana Madya (Laksdya) Amarulla Octavian turut mendampingi.
Tak hanya itu, jajaran Dewan Pengarah BRIN hadir lengkap, seperti Sri Mulyani, Soeharso Monoarfa, Bambang Kesowo, hingga Emil Salim.
Pernyataan Megawati itu berawal dari pernyataan Peneliti dari Pusat Riset Perternakan BRIN Provinsi NTB, Panda Pandjaitan, yang menceritakan, bagaimana dirinya terus mengembangkan nutrisi atau sumber protein untuk sapi menggunakan lamtoro taramba. Dimana targetnya mendapatkan satu induk satu anak dalam setahun.
Dari hal tersebut 3.000 sampai 4.000 petani sudah mengembangkan hal tersebut. Namun, untuk mencari alternatif lain, maka akan dilakukan dengan memanfaatkan rumput laut, yang paling banyak di NTB.
Lalu Kepala Pusat Riset Bio Industri Laut dan Perairan Darat BRIN NTB, Fahrurrozi menjelaskan, pihaknya mengoleksi beberapa mikro dan makro algae di perairan Indonesia, kemudian melakukan hilirisasi dan industrialiasi rumput laut.
Selain itu, lanjut dia, menjadi percontohan untuk 100 hektar untuk budi daya rumput laut yang kemudian berkolaborasi dengan bagian di pertanian, peternakan, perairan, pangan, dan energi sedang berusaha penuh untuk menjalankan program tersebut. Namun, Fahrurrozi menyebut ada hambatan berupaya pembibitan.
“Harapan kami pusat riset yang di Lombok itu bisa dijadikan center (pusat) pembibitan rumput laut dan alga,” jelas dia.
Selain itu periset BRIN dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Subekti menyinggung hasil penelitian para peneliti bisa masuk jurnal ilmiah internasional, yang dipandangnya masih sulit.
“Biaya untuk publikasi. Saya menyampaikan apa yang dirasakan teman-teman juga, bahwa anggaran untuk itu mungkin belum bisa diberikan langsung atau cepat. Mungkin saya mengusulkan,” jelas Subekti.
Komentari tentang post ini