Oleh: Saiful Huda Ems
Biasanya kalau saya mengkritisi Jokowi, yang murka kebanyak sekali, baik melalui komennya di Facebook maupun di group-group Whatsapp (WA) dan japri juga.
Namun sekarang yang murka atau marah ke saya semakin sedikit, sangat sepi, seakan mereka sudah semakin loyo tak bertenaga.
Bahkan sebagian lagi mulai banyak yang berbalik memuji konsistensi perjuangan saya dan teman-teman yang sevisi.
Ini tanda-tanda besar, bahwa para pendukung Jokowi mulai sadar akan kegilaan Jokowi yang kian hari kian ganas, brutal menghancur leburkan tatanan Demokrasi, dan meluluh lantakkan kewibawaan lembaga-lembaga negara.
Karena ego pribadinya yang secara membabi buta mengangkat keluarganya untuk menjadi pejabat-pejabat negara tanpa dilandasi kompetensi.
Rakyat kian hari kian bertambah terbuka pikirannya, bahwa Dinasti Politik serta Nepotisme yang dilakukan oleh Jokowi itu sangat berbahaya, berpotensi menggiring bangsa dan negara ini menuju kehancurannya.
Olehnya jangan heran, pemberontakan diam-diam maupun secara terbuka, baik yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang bersebrangan dengan Pemerintahan Jokowi, maupun kelompok yang dipaksa oleh Jokowi untuk menang (kubu Prabowo), perlahan-lahan mulai bersikap tegas pada brutalitas politik Jokowi.
Misalnya, ketika mayoritas rakyat mulai tau dan mengerti bahwa IKN hanyalah produk ambisi pribadi Jokowi yang ingin meninggalkan legacy di akhir masa kekuasaannya, sampai-sampai ekonom senior (Sudrajad Djiwandono) yang sangat dekat dengan Prabowo dan anaknya menjadi Bendahara Umum Partai Gerindra, mengemukakan ketidak setujuannya untuk berdirinya Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan.
Padahal Presiden Jokowi sendiri sudah kampanye mati-matian ingin melakukan Upacara 17 Agustus 2024 nantinya di IKN.
Ini artinya setelah nantinya Jokowi tak lagi menjadi presiden, proyek IKN berpotensi mangkrak, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Anak SBY ini sempat mengeritik IKN ini sebelum ia mendapat “permen” politik dari Jokowi, dengan diangkatnya sebagai Menteri Agraria dan Tataruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Komentari tentang post ini