Oleh: Achmad Nur HidayatÂ
Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan perubahan skema subsidi KRL Jabodetabek menjadi berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) mulai tahun 2025.
Rencana tersebut telah menimbulkan banyak kontroversi.
Kebijakan ini, yang awalnya bertujuan untuk menargetkan subsidi secara lebih tepat sasaran, justru dapat berisiko menciptakan ketidakadilan dan menambah beban ekonomi bagi masyarakat pengguna KRL, terutama kelas menengah-bawah.
Dalam konteks ini, keputusan untuk menaikkan tarif KRL dan mengaitkannya dengan NIK tidak tepat dan memerlukan peninjauan kembali.
Subsidi yang Tidak Tepat Sasaran
Salah satu argumen yang mendasari kebijakan ini adalah untuk memastikan bahwa subsidi diberikan hanya kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, dengan memanfaatkan data NIK.
Namun, masalah yang timbul dari kebijakan ini adalah sulitnya proses registrasi dan verifikasi bagi kelompok masyarakat tertentu.
Pengguna KRL yang tidak memiliki akses mudah ke teknologi digital, atau mereka yang tinggal di daerah dengan infrastruktur internet yang kurang memadai, akan kesulitan dalam mendaftarkan NIK mereka untuk mendapatkan subsidi.
Selain itu, tidak semua masyarakat yang membutuhkan subsidi ini dapat terjangkau oleh kebijakan berbasis NIK, mengingat ketidakmerataan distribusi sumber daya di berbagai daerah.