Oleh: Emrus Sihombing
Memang keberadaan Ahok acapkali menimbulkan pro dan kontra di ruang publik. Ketika ia jadi gubernur, ucapanya pun memunculkan respon yang beragam. Bahkan berujung di meja sidang pengadilan yang “mengirimnya” ke lembaga pemasyarakatan negeri ini.
Kali ini, ia pun digadang-gadang untuk duduk di posisi puncak di salah satu BUMN yang selama ini diduga banyak masalah mulai dari manajeman yang tidak transparan, adanya koruptor yang “bersarang”, hingga kemungkinan adanya praktek “kongkalikong” di BUMN tersebut.
Melihat rekam jejak seperti kejujuran, transparansi pengelolaan. keberanian, anti kemapanan, pendobrak kekakuan birokrasi, dan kerja keras yang luar biasa dimiliki oleh seorang Ahok, menurut hemat saya, ia sangat pantas di posisi dirut di salah satu BUMN yang selama ini sangat bermasalah. Tugas utamanya “membongkar” kemapanan yang sangat merugikan negara selama ini. Menurut saya, sebaiknya Ahok diposisikan sebagai Dirut Pertamina.
Namun, wacana kemungkinan Ahok di posisi puncak di BUMN yang bermasalah tersebut tampaknya tidak berjalan mulus. Ada saja pro dan kontra yang mewarnainya.
Lihat saja ruang publik kita pekan ini, resistensi terhadap Ahok mulai bermunculan dengan berbagai argumentasi yang yang dibangun secara logik. Tujuannya bisa saja agar jangan sampai Ahok memimpin BUMN yang melilit setumpuk masalah yang sudah menjadi “a-budaya” di BUMN yang bersangkutan selama ini. Praktek penyimpangan seolah sudah “pemakluman”.
Terlepas dari pro terhadap sosok Ahok kemungkinan memimpin BUMN bermasalah tersebut, hal yang sangat menarik didiskusikan perlu “mengenal” siapa saja kemungkinan mereka yang kontra tersebut dari sudut lontaran komunikasi yang “ditembakkan” ke ruang publik. .
Komentari tentang post ini