Ia mengulangi latihan ini setiap malam selama kira-kira sepuluh hari. Pasca masuk ke kondisi mengantuk, ia menegaskan dengan lambat, tanpa suara, di dalam hati, dengan penuh perasaan “telah selesai di dalam perintah Ilahi,” berulang kali sampai ia merasakan kedamaian batin dan ikhlas. Lalu, ia pun jatuh tertidur dalam keadaan rileks.
Pada pagi kesebelas, pengacaranya menelpon dan mengatakan bahwa pengacara pihak lawan berniat menyudahi masalah itu. Kesepakatan harmonis dicapai, alhasil segala tuntutan hukum dibatalkan (halaman 15).
Tiada gading yang tak retak, begitupula buku ini. Karena latar belakang penulis sebagai pendeta Kristen, maka banyak kutipan ayat-ayat dari Alkitab. Alangkah lebih baik jika ada juga petikan ayat dari tradisi keagamaan dan aliran kepercayaan lainnya. Sehingga buku ini lebih bernuansa multikultural.
Terlepas dari kelemahan minor tersebut, “Terapi Doa” mengandung nilai-nilai keutamaan adiluhung. Layak dijadikan referensi bagi siapa saja yang masih percaya pada kekuatan doa. Menyitir petuah para bijak, berdoalah sebelum kamu didoakan. Selamat membaca!
Komentari tentang post ini