Adapun diskusi panel ini digelar menyikapi putaran ke-16 perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), sebuah blok mega perjanjian perdagangan regional dengan China sebagai motor penggerak terbesar yang melibatkan 10 negara Asean termasuk Indonesia, China, India, Korea Selatan, New Zealand, Jepan dan Australia.
Mercy menjelaskan, perjanjian perdagangan ini akan berdampak massive di hampir 50% penduduk dunia, 30% ekonomi dunia menguasai pasar dunia 3.4 milyar penduduk dengan total GDP 21.4 trilyun US$.
Hal ini melahirkan kekhawatiran. Apalagi, negosiasi RCEP sangat tertutup, tidak transparan dan tidak memberi ruang bagi masyarakat dan berbagai pihak terkait lainnya untuk memberi masukan demi kepentingan rakyat. Bahkan dari 16 putaran negosiasi hanya 3 diantaranya yang membuka ruang partisipasi publik. “Selebihnya, tertutup,” ungkapnya.
Lebih jauh, Mercy melihat beverapa pasal perjanjian yang berkaitan dengan barang, jasa dan investasi cenderung merugikan Indonesia. Pasalnya, negara yang menandatangani perjanjian tidak bisa merubah atau membuat UU baru yang bertentangan dengan isi perjanjian. Ini artinya, negara dapat dituntut dan kehilangan ruang kebijakan publik,” tuturnya.
Komentari tentang post ini