Dia menjelaskan, melemahnya nilai tukar rupiah, menjadi ancaman serius bagi perekonomian Indonesia. RAPBN 2014, sebagai salah satu instrumen ekonomi yang bisa digunakan mengatasi ini, nampaknya tidak akan mampu berbuat banyak.
Berdasarkan kajian FITRA, jelas dia, postur RAPBN 2014 tidak akan mampu meredam persoalan ekonomi terkini. Pasalnya, belanja modal yang memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi hanya meningkat Rp 13 triliun atau 7% dari Rp 102 triliun pada APBNP 2013 menjadi Rp 205,8 triliun pada RAPBN 2014.
Sementara belanja pegawai pada RAPBN 2014 mencapai Rp 276,6 triliun atau meningkat hingga Rp 43,5 triliun atau 3 kali lipat dari peningkatan belanja modal.
Dia menilai, belanja modal bukan saja minim dan tidak efektif, namun juga merupakan belanja yang paling rendah penyerapannya. Per Agustus 2013 baru terserap 31%. Secara total belanja Negara baru terserap 54,8% atau masih Rp 780,4 triliun sampai akhir tahun,” tegas dia.
“Dengan waktu hari kerja tersisa 73 hari sampai dengan 15 Desember, maka rata-rata belanja yang harus diserap pemerintah setiap harinya bisa mencapai Rp 10,6 triliun,” imbuh dia.
Komentari tentang post ini