Satu hal yang seringkali luput adalah adanya kewajiban dalam aspek penegakan hukum.
Inpres menginstruksikan KLHK untuk mengambil langkah hukum dan/atau tuntutan ganti rugi atas penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit.
Namun, tidak ada instruksi lebih lanjut yang diberikan kepada aparat penegak hukum seperti Kejaksaan dan/atau Kepolisian untuk tindak lanjutnya.
Bahkan sampai saat ini belum ada informasi yang dibuka ke publik perihal pelaksanaannya.
Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Adrianus Eryan, menyatakan konteks penegakan hukum menjadi relevan dan penting apabila pemerintah memang serius melakukan perbaikan tata kelola perkebunan sawit melalui pelaksanaan Inpres.
Jika memang kewajiban dalam Inpres belum seluruhnya selesai dilaksanakan, maka menjadi semakin relevan dan mendesak bagi presiden untuk memperpanjang sekaligus memperkuat Inpres Moratorium Sawit.
Rahmadha, Juru Kampanye Sawit Kaoem Telapak (KT) mengatakan pentingnya perbaikan tata kelola sawit berpengaruh terhadap keberterimaan sawit Indonesia di pasar global.
Negara-negara pasar seperti Uni Eropa (UE), Inggris, dan Amerika Serikat saat ini sedang mengembangkan legislasi uji tuntasnya untuk memastikan bahwa semua komoditas produk yang dijual di pasar mereka bebas dari deforestasi dan degradasi lahan.