Selain masalah tersebut, Legislator dari Dapil Jabar II juga mengungkap kelemahan OJK, terutama dalam mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat.
Bahkan kadang-kadang kecepatannya itu melebihi peraturan perundang-undangan yang sedang dibahas DPR.
“Oleh karena itu untuk mengejar kecepatan teknologi itu, maka perlu sebuah pemikiran yang futuristik,” paparnya.
Dengan kata lain, lanjut Najib, OJK tidak boleh lambat dalam menjawab tantangan zaman.
“Jangan kita terlambat mengantisipasi dan terlambat membuat proses pengaturan, karena kita tidak memiliki pemikiran yang futuritik,” pungkasnya.
Sementara itu, calon anggota Komisioner OJK, Pantro Pander Silitonga memaparkan strategi membangun industri keuangan yang tumbuh sehat, progresif dan terjangkau untuk Indonesia maju dan kesejahteraan.
Lebih jauh Pantro menyoroti sisi yang perlu diperkuat mulai dari penetrasi asuransi yang rendah dan stagnan.
“Dalam 3 tahun terakhir, tingkat penetrasi asuransi justru menurun. [Penetrasi] asuransi jiwa 2018 sebesar 1,49 persen, 2019 sebesar 1,41 persen, dan 2020 sebesar 1,4 persen. Asuransi umum pada 2018 sebesar 0,47 persen, 2019 sebesar 0,51 persen, dan 2020 sebesar 0,50 persen,” ulas Pander dikutip dari materi presentasi.