JAKARTA-Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia kembali menegaskan sikap politik netral danmendorong terselenggaranya Pemilu yang jujur, adil dan damai.
Penegasan sikap tersebut disampaikan secara terbuka dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin2023 di tengah dinamika politik yang melibatkan pengurus Kadin dalam tim pemenangan masing-masing salah satu pasangan capres 2024.
Pelaksana Tugas Harian Ketua Umum Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan sebagaiorganisasi yang menjadi wadah bagi dunia usaha sekaligus mitra pemerintah dalam pembangunan ekonomi, Kadin memastikan sikap netral dalam kontestasi Pemilu 2024 tanpa memihak salah satu pasangan capres.
“Merujuk pada ketentuan dalam pasal 1 UU Kadin No.1/1987, Kadin Indonesia adalah wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak dalam bidang perekonomian. Kadin Indonesia tidak pernah mengeluarkan anjuran, ajakan ataupun rekomendasi kepada anggota atau siapa pun untuk memenangkan pasangan tertentu dalam kontestasi Pemilu 2024,” terangnya.
“Terkait dengan preferensi politik, Kadin Indonesia menyerahkan kebebasan kepada anggota sebagai pilihan masing-masing individu bukan mengatasnamakan Kadin,” ujar Yukki.
Yukki berharap Kadin Indonesia juga mendukung pelaksanaan pemilu yang sesuai peraturan, jujur, adil dan damai sehingga stabilitas sosial, politik, dan ekonomi bisa terjaga.
“Pemilu merupakan pesta demokrasi sehingga harus dilaksanakan dengan suka cita, tanpa harus bertikai. Pada dasarnya, Pemilu merupakan ajang bersaing untuk bersanding dalam rangka membangun Indonesiamenjadi lebih maju,” tutur Yukki.
Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi, Eka Sastra, mengungkapkan Kadin merupakan organisasi dunia usaha yang berperan aktif sebagai mitra pemerintah dalam bidang perekonomian.
Sementara dalam Anggaran Dasar Kadin juga dinyatakan bahwa Kadin bersifat mandiri bukan organisasi pemerintah maupun organisasi politik.
“Dalam hubungan itu, seyogyanya pengurus Kadin tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis, meskipun masing-masing individu memiliki hak untuk menentukan pilihan warna dan jalur politik yang harus diambil,” tutur Eka.
“Tetapi, kegiatan politik praktis yang diikuti oleh para petinggi dari suatu jabatan organisasi pada gilirannya akan menimbulkan conflict of interest dan akan dapat menyeret nama organisasi yang bersangkutan dan memungkinkan berimbas menyulitkan posisi organisasi ke depan,” kata Eka.