Misalnya, pengguna mobil pribadi disebut-sebut menjadi penerima manfaat utama dari subsidi BBM, sementara masyarakat miskin justru tidak mendapat porsi yang semestinya.
Narasi serupa digunakan dalam kasus LPG bersubsidi dan tiket kereta api.
Namun, apakah perubahan ini benar-benar dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin atau justru lebih mempersiapkan masyarakat agar dapat menerima harga baru yang lebih tinggi?
Pada akhirnya, yang terjadi adalah kelompok masyarakat yang selama ini bergantung pada subsidi untuk kebutuhan pokok sehari-hari akan terkena imbas dari kenaikan harga yang tak terhindarkan.
Pemerintah berdalih bahwa perubahan skema subsidi menjadi BLT adalah untuk memastikan bahwa bantuan benar-benar dinikmati oleh mereka yang membutuhkan.
Namun, skema ini rentan menghadapi berbagai tantangan dalam implementasinya. Misalnya, tidak semua masyarakat miskin terdaftar atau memiliki akses mudah terhadap sistem bantuan tunai, sehingga berpotensi menciptakan ketimpangan dan ketidakadilan baru.