Oleh: Hendardi
Setelah intimidasi yang dianggap oleh TNI sebagai koordinasi penegakan hukum, yang berujung permintaan maaf KPK pada kasus dugaan korupsi Kepala Basarnas RI, kali ini sejumlah anggota TNI dari Kodam I/ Bukit Barisan, Sumatera Utara, juga melakukan ‘koordinasi’ serupa pada Polres Medan (5/8/2023).
Koordinasi ini dengan dalil untuk meminta penangguhan penahanan warga sipil yang dibela anggota TNI.
Selain koordinasi, Mayor Dedi Hasibuan juga mengaku silaturrahmi untuk membantu penegakan hukum meskipun kunjungan itu lebih menyerupai intervensi kinerja penegakan hukum, yang sedang dilakukan oleh Polrestabes Medan.
Cara yang dilakukan oleh Hasibuan dan sikap permisif Kodam Bukit Barisan dan Polda Sumatera Utara, sebagaimana ditunjukkan oleh masing-masing juru bicaranya, akan mendorong ‘normalisasi intimidasi’ penegakan hukum di banyak sektor.
Pola penyelesaian semacam ini sudah berulang dalam beberapa kasus dengan konstruksi yang sama seperti di Kupang (19/4/2023) dan Jeneponto (27/4/2023).
Semuanya berakhir dengan pernyataan bersama antara perwakilan institusi TNI dan Polri.
Sinergi dan soliditas artifisial inilah yang membuat kasus serupa berulang dan tidak pernah diselesaikan dalam kerangka relasi sipil-militer yang sehat dalam negara demokratis dan kepatuhan asas kesamaan di muka hukum dalam kerangka negara hukum.
Supremasi TNI dengan previlege peradilan militer adalah salah satu penyebab permanen ‘normalisasi’ intervensi penegakan hukum akan terus terjadi.
Meskipun orang yang bermasalah dengan hukum bukan anggota TNI, tetapi menunjuk TNI sebagai penasehat hukum, cara intervensi penegakan hukum di Polrestabes Medan bisa terjadi.
Di sisi lain, peningkatan profesionalitas dan integritas para penegak hukum, juga menuntut perbaikan terus menerus.
Dalam jangka pendek, Kodam I/Bukit Barisan harus memeriksa dan memastikan peristiwa serupa tidak berulang.
Dugaan pelanggaran disiplin prajurit harus diberi sanksi setimpal.
Sementara institusi Polri penting melakukan investigasi duduk perkara yang memicu normalisasi intimidasi penegakan hukum ini.
Profesionalitas dan integritas Polri harus menjadi lingkup pemeriksaan, sehingga dapat memberikan pembelajaran secara institusional.
Dalam jangka panjang, pekerjaan rumah membangun relasi sipil-militer yang sehat harus terus dilakukan, khususnya oleh Presiden RI dan DPR RI sebagai institusi pembentuk hukum, untuk terus menerus melanjutkan reformasi sektor keamanan dan penegakan hukum dalam desain ketatanegaraan demokratis dan konstitusional.
Penulis adalah Ketua Dewan Nasional SETARA Institute di Jakarta
Komentari tentang post ini