JAKARTA – Banyak pihak mengeritik keputusan Partai Golkar menunjuk kembali Setya Novanto menjadi Ketua DPR.
Salah satu yang keras mengeritik adalah Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi).
Peneliti Formappi, Lucius Karus mengatakan sejak rezim Orde Baru hingga masa reformasi, sejarah pergantian pucuk pimpinan DPR terjadi dua kali, hanya ada di periode DPR 2014-2019.
Juru Bicara Partai Golkar, Nurul Arifin mengklarifikasi dengan mengatakan bahwa apa yang dikritisi Formappi sudah melalui prosedur dan aturan yang berlaku.
“Justru kita harus melihat ini sebagai sebuah catatan sejarah, agar tidak semena-mena dalam menggunakan kekuasaan,” tegas Nurul dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu (25/12/2016).
Menurut Nurul, Novanto korban dari kasus penyadapan ilegal yang jelas-jelas menyalahi undang-undang. Karena hanya aparat hukumlah yang dapat melakukan penyadpan.
“Dari perspektif saya pribadi, Pak Novanto mendapatkan haknya kembali dengan cara- cara yang sangat demokratis dan elegan. Ini pelajaran baik buat kita semua agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang,” ujarnya.