Oleh: Dr. Emrus Sihombing
Baru-baru ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil seorang saksi yang sudah meninggal dunia dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Tindakan ini dapat menimbulkan citra negatif terhadap KPK di mata publik.
Pemanggilan seorang saksi yang sudah meninggal dunia ini, menurut catatan saya dari berbagai media massa kredibel, bukan kali pertama.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya KPK minta maaf kepada semua keluarga yang meninggal dipanggil saksi sebagai bentuk tanggung jawab publik di ruang publik.
Kurang elok KPK seolah memembiarkan begitu saja perasaan keluarga yang “terluka” dari orang yang sudah meninggal tersebut.
Sebab pemanggilan ini dari aspek psikologi komunikasi dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi seluruh anggota keluarga yang bersangkutan.
Padahal seandainya pegawai KPK bekerja lebih hati-hati, pemanggilan orang meninggal tidak perlu terjadi.
Bila di awal pegawai yang melakukan pemanggilan tersebut melakukan koordinatif dengan Kepala Humas KPK – saya pernah salah satu Pansel untuk menyeleksi menjadi Kepala Humas KPK – atau mencari di Google, dengan mudah mendapat informasi awal keberadaan yang bersangkutan.