“OMNI ini jelas dikelola oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Sayangnya, orang dalam Menaker tidak memberi tahu bu Menteri Ida soal ini agar menjadi bahan pembicaraan dengan Menteri KDN Tan Sri Dato’ Hj. Muhyiddin. Padahal OMNI gak lebih cuma calo saja,” tegas Gabriel.
Kedua soal Double Medical Check Up.
PADMA mengharapkan agar dalam pengurusan sertifikasi kesehatan ini cukup dilakukan di Indonesia saja dan tidak perlu ada pengetesan ulang PMI ketika tiba di Malaysia.
Ini soal kedaulatan negara karena jika kebijakan ini terus dipertahankan kredebilitas dunia kedokteran kita akan mendapat imej sedang dalam masalah.
Ketiga soal perlindungan PMI, Gabrile meminta agar Menaker memanfaatkan forum-forum regional di ASEAN maupun forum Multilateral negara-negara pengirim pekerja ke Malaysia untuk merumuskan dokumen bersama perlindungan pekerja migran di Malaysia.
Diplomasi perlindungan bersama ini akan terbukti lebih efektif jika Indonesia merumuskan besama perlindungan buruh migran di Malaysia dengan negara-negara sending workers seperti Vietnam, Kamboja, Myanmar, Srilangka, Bangladesh dan India.
Gabriel menilai, revisi pembaharuan MoU ini diperlukan menyusul adanya PMI yang bermasalah di Negeri Jiran itu mulai dari bekerja tanpa izin sah, terlibat kasus hukum, hingga korban penyiksaan atau eksploitasi.
“Hingga akhir 2019, kita mencatat ada 116 pekerja dari NTT yang meninggal. Setelah MoU yang diperkuat dengan dokumen perlindungan pekerja migran kita berharap tidak ada lagi kasus kekerasan PMI di negeri Jiran,” pungkas Gabriel.
Komentari tentang post ini