Pansel sepatutnya tegas memangkas nama-nama yang sudah jelas memiliki rekam jejak buruk yakni tidak patuh hukum, tidak lapor LHKPN, termasuk kinerja pada jabatan sebelumnya.
Sekretaris Jenderal TI Indonesia Danang Widoyoko menegaskan proses seleksi pimpinan dan dewan pengawas ini hanyalah bentuk kompromi politik bukan profesionalitas.
Jangan sampai pansel membuat KPK bunuh diri berkali-kali dan justru menghadirkan ‘boneka baru’ untuk jadi alat politik rezim ke depan,” ujarnya.
Hal ini terbukti dari 20 kandidat Capim dan Dewas KPK yang lolos seleksi hanya menunjukkan keterwakilan saja.
“Tetapi tidak menyasar pada integritas, kemampuan dan keberpihakan pada agenda pemberantasan korupsi,” tegasnya.
“Kita patut mengapresiasi 0,1% kinerja Pansel yang tidak meloloskan Nurul Ghufron. Tetapi selanjutnya, Pansel seharusnya transparan dalam berbagai hal, dalam segi keterbukaan timeline, dan alasan mengapa meloloskan kandidat dengan rekam jejak bermasalah. Pansel seharusnya berpihak pada kepentingan publik, bukan titipan elit,” terang Ketua PBHI sekaligus mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, Julius Ibrani.
Julius menambahkan di saat yang sama, Pansel jangan justru menjadi komprador para penguasa dan koruptor.
“Kedua puluh nama kandidat Capim-Dewas yang diloloskan harus diperiksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) karena banyak dari pada kandidat yang kenaikan harta kekayaannya tidak wajar. Selain itu, masih ada nama-nama dengan rekam jejak kinerja buruk yang korup, harusnya dicoret sejak awal proses!” tegasnya.
“Sebetulnya kita semua patah hati karena KPK berusaha dimusnahkan pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Presiden terpilih, Prabowo Subianto harus tegas mengembalikan KPK ke jalan yang benar, untuk menunjukan bahwa kepemimpinannya bukan hanya perpanjangan tangan Jokowi. Dan jangan sampai kita dejavu pada pemilihan Capim-Dewas KPK periode lalu yang menghasilkan pemimpin terpilih yang memiliki track record yang buruk,” tegas Wanda Hamidah, Pegiat Antikorupsi.
Pengalaman saya waktu menjadi pansel saat itu tentunya tidak bisa jadi patokan pansel sekarang, tapi ada poin yang penting yang harus dinilai pansel, yaitu integritas,” imbuh Natalia Soebagjo, Pansel Capim Dewas KPK 2015-2019.
“Melihat KPK saat ini dimana sudah kehilangan independensinya dan integritasnya, kita harus mengawal 20 nama yang lolos ini sejauh mana individu ini mandiri dalam cara berpikir, bersikap,” tambahnya.
Maka itu, Natalia menggarisbawahi harus mengawal terus proses seleksi capim dan dewas KPK ini. Meskipun keberpihakan KPK saat ini tidak terlihat integritasnya dalam upaya pemberantasan korupsi.
“Kita harus tetap mengawal namun kita juga harus realistis menyadari bahwa siapapun pimpinan KPK nantinya, kita sudah tidak bisa lagi mengandalkan KPK seperti dahulu sebelum adanya TWK,” tuturnya
Komentari tentang post ini