Menurut dia, pembayaran parkir non-tunai secara tidak langsung juga mengajarkan tentang kejujuran. Sebab, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi parkir, akan bisa diketahui secara pasti jumlahnya.
“Dengan non-tunai kita memberikan kejujuran kita. Dengan kejujuran itu kita akan tahu sebenarnya berapa (Jukir) dapatnya, berapa kekurangannya. Nah, dengan non-tunai itu kita bisa mengetahui pendapatan (retribusi parkir) aslinya seperti apa,” jelasnya.
Namun, ia juga memastikan bahwa penerapan bayar parkir non-tunai di 1.370 titik TJU, tentunya ke depan akan tetap dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah mayoritas warga akan mendukung kebijakan ini dengan cara membayar parkir via non-tunai.
Di samping itu, evaluasi juga dilakukan untuk mengetahui berapa pendapatan Jukir ketika pembayaran parkir non-tunai ini diterapkan. Nah, apabila pendapatan Jukir tidak tercapai, maka pemkot akan memberikan sentuhan atau intervensi yang lain.
“Kalau ternyata (Jukir) tidak sampai dapat Rp3-4 juta, sesuai dengan apa yang saya inginkan setiap (kepala) keluarga, berarti apa, sentuhan yang lainnya. Kalau sekarang kan sama-sama tidak tahunya, dapatnya (Jukir) berapa tidak tahu. Nah, kejujuran itu dimulai dengan non-tunai tadi,” paparnya.