Ole: Radhika Rao
Setelah jeda singkat pada triwulan keempat 2020, kasus COVID-19 di Indonesia meningkat dengan jumlah kasus harian naik sebesar 40% sejak akhir November 2020.
Total jumlah kasus meningkat mencapai 800.000, membuat Indonesia tetap berada dalam posisi sebagai negara dengan kasus positif terbanyak di ASEAN-6.
Tingkat pemulihan berada di angka ~80%, melandai dalam sebulan terakhir.
Rasio tes COVID-19 per juta penduduk tertinggal dari negara-negara lain di kawasan, dari negara-negara dengan jumlah kasus tinggi serupa.
Rasio tes COVID-19 perlu ditingkatkan untuk mendapatkan gambaran lebih baik tentang penyebarannya.
Di tingkat provinsi, dua pertiga dari total kasus terjadi di Pulau Jawa, dengan Jakarta berada di urutan teratas (~25% dari total kasus di Indonesia).
Infrastruktur rumah sakit berada di bawah tekanan, dengan tingkat okupansi tempat tidur mencapai 84% di Jakarta dan 75-80% di beberapa kota lain yang terkena dampak yang parah.
Jumlah kasus diperkirakan akan meningkat selama beberapa minggu ke depan sebelum kurva menurun karena penduduk kembali dari liburan akhir tahun.
Pemerintah berencana untuk meningkatkan kapasitas isolasi mereka untuk meredam penyebaran.
Pembatasan lebih ketat, menanti peluncuran vaksin
Untuk memperlambat penyebaran virus di masyarakat, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali diperketat di Pulau Jawa dan Bali sejak tanggal 11-25 Januari.
Di luar jasa layanan penting, penggunaan kantor akan dikurangi menjadi 25%, tempat ibadah dibatasi 50%, penutupan lebih awal untuk kawasan umum seperti pusat perbelanjaan, pengurangan kapasitas di restoran, dan lain-lain.
Pemerintah tidak memilih kebijakan lebih ketat karena akan memberikan dampak yang lebih signifikan pada ekonomi.
Larangan perjalanan bagi wisatawan internasional diberlakukan sejak awal bulan ini hingga pertengahan 21 Januari, mencakup pengaturan jalur hijau dengan negara-negara di kawasan.
Bersamaan dengan itu, program vaksinasi telah diprioritaskan dan dinilai sebagai langkah untuk memecah kebuntuan sebagai upaya menghentikan penyebaran.
Dari 3 juta dosis vaksin Sinovac buatan Tiongkok yang telah diterima, sepertiganya telah didistribusikan ke sebagian besar provinsi untuk vaksinasi tenaga kesehatan sejak pertengahan Januari, diikuti oleh pegawai negeri, lalu penduduk usia kerja. Vaksinasi penduduk usia kerja diharapkan dapat membantu kegiatan ekonomi normal dimulai kembali lebih awal.
Kesepakatan kemungkinan akan ditandatangani dengan Pfizer dan AstraZeneca, yang akan menambah pasokan, di samping pengiriman pasokan tambahan dari Sinovac (termasuk manufaktur lokal bahan baku impor dari Sinovac).
Sumber pasokan juga sedang dicari oleh aliansi GAVI untuk vaksin gratis dari Covax, yang akan memasok 108 juta dosis, dan dengan demikian menurunkan beban anggaran pemerintah.
Pemerintah memperkirakan proses vaksinasi tersebut menelan biaya setidaknya Rp73 triliun (~0,4% dari perkiraan PDB 2020 DBS).
Vaksinasi setengah hingga dua pertiga penduduk diharapkan selesai dalam 12-15 bulan.
Dengan mempertimbangkan letak geografis negara dan persyaratan distribusi dari beberapa perusahaan farmasi, keberhasilan proses tersebut sangat bergantung pada efisiensi dan ketepatan waktu rantai pasokan.
Di sisi pertumbuhan, peningkatan kasus positif mungkin membuat pihak berwenang mempertimbangkan pembatasan sosial setempat berselang-seling dalam beberapa minggu mendatang, tergantung kurva pandemi, karena momentum pertumbuhan melemah memasuki 2021.
Normalisasi kegiatan kemungkinan akan lebih bertahap dengan asumsi kenaikan kasus tajam tidak memicu pembatasan lebih luas.
Ekonom Bank DBS mempertahankan perkiraan konservatif untuk PDB 2021, sebesar 4% (Outlook Indonesia 2021: Beyond the pandemic), yang dimulai dengan awal cukup positif pada tahun ini, diikuti oleh lonjakan akibat distorsi angka inflasi bulanan (base-effect) dalam pertumbuhan triwulan kedua 2021 sebelum tren berubah menjadi stabil.
Lonjakan pengeluaran yang terlambat, membuat defisit fiskal tahun lalu sedikit di bawah target
Akselerasi penggunaan anggaran di akhir tahun membuat pengeluaran fiskal naik 12,2% secara tahunan pada 2020, sementara pendapatan turun -16,7% secara tahunan.
Defisit anggaran melebar menjadi -6,09% dari PDB tapi sedikit di bawah target -6,3%. Sekitar 83% dana pemulihan ekonomi dikucurkan tahun lalu dari Rp695,2 triliun yang dianggarkan.
Alokasi dana pemulihan ditetapkan sebesar Rp403,9 triliun untuk 2021, ~ 40% lebih rendah dari tahun lalu.
Memasuki 2021, sebagian besar asumsi makro dipertahankan, terutama defisit lebih sempit, di angka 5,7% dari PDB.
Meskipun pengeluaran sebagian besar akan tetap sama dengan tahun 2020, konsolidasi defisit 2021, yang diantisipasi, bertumpu pada pemulihan lebih kuat, peningkatan pendapatan (terlepas dari pemotongan tarif pajak perusahaan dan insentif pandemi) dan kurva pandemi lebih landai, dibantu oleh vaksin.
Ekonom Bank DBS memperkirakan awal penuh kehati-hatian dalam pengeluaran fiskal pada paruh pertama 2021, sebelum meningkat lebih cepat pada paruh kedua, seperti yang terjadi pada tahun-tahun terakhir.
Pemerintah memperkuat rencana untuk mempersempit defisit menjadi -3% dari PDB pada 2023.
Pemulihan lebih lambat dari yang diantisipasi merupakan risiko bagi rencana konsolidasi, yang sebagian besar bergantung pada bentuk kurva pandemi.
Pasar lebih optimistis ketimbang makro
Pasar obligasi dan valas Indonesia mengawali tahun dengan posisi kokoh.
Pergerakan rupiah mengalami gejolak sepanjang 2020, walau akhirnya hanya terdepresiasi sekitar-1,3% vs dolar AS di akhir tahun sebelum memulai 2021 dengan sedikit positif karena penurunan dolar dan arus balik modal.
Komentari tentang post ini